BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bank
indonesia sebagai bank sentral di indonesia merupakan lembaga yag memiliki
kewenangan dalam mengatur dan mengawasi bank. Dengan kewenangan tersebut bank
indonesia mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh perbankan
yang tertuang dalam peraturan Bank Indonesia, adalah penetapan cashratio, giro wajib minimum dan equivalen rate.
Cash ratio merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajiban
yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank tersebut.
Sedangkan Equivalent Rate
adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap
minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan) dan setiap tahun (bunga
tahunan, untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu,
yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberikan bunga
dalam jumlah yang sama
Penetapan
giro wajib minimum merupakan salah satu instrumen moneter bank indonesia
sebagai otoritas moneter yang bertujuan untuk mempengaruhijumlah uang yang
beredar di masyarakat. Berdasarkan surat edaran No. 30/10/UPPB tanggal 20
oktober 1999 bank indonesia menetapkan besarnya GWM dalam rupiah sebesar
minimal 5% dari dana pihak ketiga rupiah dan 3% dari dana pihak ketiga valuta asing.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
cara perhitungan cashratio pada bank syari’ah?
2.
Bagaiman
perhitungan GWM pada bank syari’ah?
3.
Bagaimana
perhitungan equivalenrate pada produk bank syari’ah?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
perhitungan cashratio pada bank syari’ah
2.
Mengetahui
perhitungan GWM pada bank syari’ah
3.
Mengetahui
perhitungan equivalenrate pada produk bank syari’ah
Muhammad
Muarif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perhitungan Cash Ratio
Cash ratio merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajiban
yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank tersebut. Ratio
ini menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para nasabahnya
dengan alat-alat yang paling likuid yang dimiliki bank tersebut.[1]
Cash ratio
merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan untuk menghitung
berapa kemampuan bank
dalam membayar utang lancar
dengan aktiva lancar
yang tersedia Secara matematis Cash Ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Cash Ratio = Kas + penempatan pada bank lainx 100%
Hutang Lancar
Tidak ada
suatu ketentuan mutlak
tentang berapa tingkat cash
ratio yang dianggap baik
atau yang harus
dipertahankan oleh suatu perusahaan
karena biasanya tingkat cash
ratio ini juga sangat tergantung
pada jenis usaha
dari masing-masing
perusahaan.Akan tetapi sebagai pedoman umum,
tingkat cash ratio 2,00
sudah dapat dianggap
baik atau considered
acceptable.[2]
Contoh perhitungan cashratio1 :
Cash Ratio 2007 = 550.992 x 100 % = 3,79 %
14.513.067
Cash Ratio 2008 = 464.601 x 100 % = 3,91%
11.862.408
Cash Ratio 2009 = 645.680 x 100 % = 5,93%
10.886.834
Cash Ratio 2010 = 2.253.222 x 100 % = 20,13%.[3]
11.193.116
Contoh 2 :
Cash Ratio 2011 = 500.000x 100 % = 3,57 %
14.000.000
Cash Ratio 2012 = 400.000 x
100 % = 3,63%
11.000.000
Cash Ratio 2013 = 600.000x 100 % = 6%
10.000.000
Cash Ratio 2014 = 2.000.000x 100 % = 18,18%
11.000.000
B. Perhitungan Giro
Wajib Minimum (GWM)
Pengertian GWM
Berkaitan dengan Giro Wajib Minimum (GWM), Bank Indonesia telah
mengeluarkan dua Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004
tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah
dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
Giro Wajib Minimum (statutory
reserve) atau GWM adalah simpanan minimium yang harus dipelihara oleh bank
dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebesar presentase
tertentu dari DPK (Pasal 1 angka 6 PBI 6/21/PBI/2004).[4]
Giro Wajib
Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum
dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia
berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro Wajib Minimum
ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip
kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrumen moneter untuk
mengendalikan jumlah uang beredar.[5]
Giro Wajib Minimum merupakan kewajiban reserve (reserve requirement) yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK).[6]
Landasan syariah GWM
Ketentuan
mengenai Giro Wajib Minimum bagi bank-bank berdasarkan prinsip syari’ah
didasarkan pada landasan syari’ah sebagai berikut :
a.
Kaidah
fiqih : “mashalihmursalah ” yang artinya prinsip umum kemaslahatan.
Kaidah ini memungkinkan dilaksanakannya kebijakan pengaturan bank untuk
kemaslahatan ekonomi secara keseluruhan.
b.
Kaidah
fiqih : “tasharuful iman ‘alar ra’iyyah manuth bil mashlahah”, yang
artinya, tindakan pemegang otoritas harus mashlahat yang berlaku.
Berdasarkan kaidah ini, bank indonesia sebagai otoritas moneter memiliki
kewenangan membuat aturan prinsip kehati-hatian yang digunakan oleh bank
syari’ah dalam kegiatan operasionalnya untuk tujuan kemashlahatan.
c.
Kaidah
fiqih : “sadduzdzari’ah” yang artinya prinsip pencegahan dari kerusakan
dan kaidah fiqih “ta’zir” yaitu bentuk pengenaan sanksi. Kaidah ini
memungkinkan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menerapkan sanksi
bagi yang melanggar aturan GWM, guna mencegah dampak negatif yang diakibatkan
oleh pelanggaran GWM.
Pembukaan Rekening Giro pada Bank Indonesia
Kantor pusat
bank yang berlokasi diwilayah jabotabek wajib memelihara satu rekening Giro di
Kantor Pusat Bank Indonesia. Apabila kantor pusat bank tersebut berada diluar
wilayah jabotabek diwajibkan untuk memelihara satu rekening giro dalam rupiah
dikantor bank indonesia setempat. Untuk bank devisa selain wajib memelihara
rekening giro dalam rupiah juga wajib memelihara satu rekening giro dalam
faluta asing.
Bank
konvensional yang memiliki Unit Usaha Syari’ah (UUS) wajib memelihara dua
rekening giro rupiah, masing-masing satu rekening untuk kantor pusat bank dan
satu rekening untuk UUS. Bagi bank konvensional yang bersetatus bank devisa dan
memiliki UUS, maka selain diwajibkan memelihara dua rekening giro dalam valuta
asing (Dolar Amerika Serikat) di Kantor Pusat Bank Indonesia. Kedua rekening
giro valuta asing tersebut masing-masing satu rekening untuk kantor pusat bank
dan satu rekening untuk UUS.
Jumlah Rekening Giro Pada Bank Indonesia
Jenis
Bank
|
Devisa
|
Non-Devisa
|
Konvensional
|
1 Rupiah
& 1 Valas
|
1 Rupiah
|
Syari’ah
|
1 Rupiah
& 1 Valas
|
1 Rupiah
|
Konvensional
yang memiliki KC Syari’ah
|
2 Rupiah
& 2 Valas
|
2 Rupiah
|
Penyetoran atau
penarikan rekening giro dalam valuta asing tersebut diatas dapat dilakukan
dengan cara pemindahbukuan melalui bank koresponden di luar negeri.[7]
Formula perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GMW Valas = 3% x DPKt-2
DPKt-2 :
rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa laporan untuk periode dua masa
laporan sebelumnya.
Sebelum
diterbitkan peraturan Bank Indonesia mengenai ketentuan Giro Wajib Minimum yang
terbaru tahun 2008, pada tahun 2004, bank indonesia menentukan GWM untuk mata
uang rupiah adalah 5% dari Dana Pihak Ketiga, sedangkan GWM valuta asing adalah
3% dari Dana Pihak Ketiga. Selain itu, terdapat ketentuan tambahan untuk Bank
Syari’ah sebagai berikut.
a.
Bagi
bank yang rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat
tambahan perhitungan GWM sebagai berikut :
1)
Bank
yang memiliki DPK > Rp 1 triliun sampai dengan Rp 10 triliun wajib
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK.
2)
Bank
yang memiliki DPK > Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun wajib
memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK.
3)
Bank
yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah
sebesar 3% dari DPK.[8]
b.
Bagi
bank yang memilikirasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau
lebih, dan/atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun
rupiah tidak dikenakan tambahan GWM. Karena GWM adalah ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia, pelanggaran GWM akan dikenakan sanksi. Pelanggaran
GWM terjadi apabila saldo harian Rekening Giro Bank di Bank Indonesia kurang
dari saldo harian Rekening Giro Bank yang telah ditetapkan untuk pemenuhan GWM.
Sanksi
yang dikenakan pada bank syari’ah jika terjadi pelanggaran GWM adalah:
1)
Sebesar
125% dari tingkat indikasi imbalan Pasar Uang Antar Bank Syari’ah (PUAS) jika
terjadi pelanggaran GWM dan rekening giro rupiah bank bersaldo positif.
2)
Sebesar
125% dari tingkat indikasi imbalan PUAS atas kekurangan GWM ditambah 150% dari
tingkat indikasi imbalan PUAS atas saldo negatif.
3)
Sebesar
0,04% perhari kerja yang berdasarkan selisih antara saldo harian rekening giro
valuta asing bank di Bank Indonesia yang wajib dipelihara dengan saldo harian
Rekening Giro valuta asing bank yang dicatat pada sistem akuntansi Bank
Indonesia, yang dibayarkan dalam bentuk rupiah dengan menggunakan kurs
transaksi Bank Indonesia pada hari terjadinya pelanggaran.[9]
Tata Cara Pemeliharaan GWM
Bank wajib memelihara GWM secara harian. Kewajiban pemeliharaan GWM
dihitung dengan membandingkan jumlah saldo Rekening Giro Bank pada Bank
Indonesia setiap hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. Informasi
mengenai DPK diperoleh dari data DPK yang disampaikan bank kepada Bank
Indonesia, sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia tentang laporan berkala bank umum. Informasi mengenai saldo Rekening
Giro Bank pada Bank Indonesia diperoleh dari sistem akunting Bank Indonesia.
Ketentuan diatas berlaku juga untuk GWM dalam valuta asing (Pasal 8 PBI
6/21/PBI/2004).
Saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia masing-masing terdiri
dari :
a.
Saldo
Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia;
b.
Saldo
Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia (Pasal 9 PBI 6/21/PBI/2004).
DPK terdiri
dari :
a.
Jumlah DPK dalam rupiah pada seluruh kantor
Bank di Indonesi;
b.
Jumlah
DPK dalam valuta asing pada seluruh kantor Bank di Indonesi.
a.
Giro
b.
Simpanan
berjangka
c.
Tabungan
Sedangkan DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta
asing kepada pihak ketiga, termasuk bank di Indonesia, yang terdiri dari :
a.
Giro
b.
Simpanan
berjangka (Pasal 10 PBI 6/21/PBI/2004).[10]
Ana Syarofatun
Penyampaian Laporan
Bank wajib
menyampaikan laporan secara berkala dan benar kepada bank indonesia mengenai
DPK serta pos-pos aktiva dan pasiva dalam rupiah maupun valuta asing. Tata cara
penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud diatur lebih lanjut dalam Surat
Edaran Bank Indonesia mengenai pelaporan bank.
Sanksi
Bank akan
dikenakan sanksi apabila melakukan kelambanan penyampaian laporan, menyampaikan
angka-angka yang tidak benar, melanggar Giro Wajib Minimum dan mengalami saldo
giro negatif pada Bank Indonesia.
Kelambatan Penyampaian Laporan dan
Penyampaian Angka yang tidak Benar
Keterlambatan penyampaian laporan dan
penyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank akan dikenakan
sanksi sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.28/10/UPPB tanggal 14
Desember 1995 tentang GWM Bank Umum pada bank Indonesia dalam Rupiah Dan Valas,
sebagai berikut:[11]
Jenis
pelanggaran
|
Sanksi
kewajiban membayar
|
Keterlambatan
penyampaian laporan mingguan bank termasuk koreksinya
|
Rp
2.500.000.00,- untuk setiaplaporan
|
Penyampaian
angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank
|
Rp
250.000.00,- untuk setiap kesalahan dengan setinggi-tingginya Rp
10.000.000.00,- untuk setiap laporan.
|
Kekurangan GWM
Pelanggaran giro wajib minimum pada
rekening giro Rupiah dan rekening giro Rupiah dimaksud masih bersaldo positif,
maka bank dikenakan sanksi kewajiban membayarsebesar 125% (seratus dua puluh
lima persen) dari tingkat indikasi imbalan puas terhadap kekurangan Giro Wajib
Minimum.
Rumus : kekurangan GWM x 125% x tungkat indikasi imbalan PUAS x
1/360[12]
Contoh perhitungan 1 :
a. Saldo giro
rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 10 Miliar.
b. Saldo giro
rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar Rp
1 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 1 sebesar 12% (dua
belas perseratus)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 1 adalah sebesar : (Rp
10 Miliar – Rp 1 Miliar) x 1,25 x 0,12 x 1/360 = Rp 3.750.000.00,-
Contoh perhitungan 2 :
a. Saldo giro
rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 12 Miliar.
b. Saldo giro
rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar Rp
2 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 1 sebesar 12% (dua
belas perseratus)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 1 adalah sebesar : (Rp
12 Miliar – Rp 2 Miliar) x 1,25 x 0,12 x 1/360 = Rp 4.166.666.66,-
Saldo Negatif
Pelanggaran Giro Wajib Minimum pada
rekening Giro rekening rupiah yang mengakibatkan saldo negatif, maka bank
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% (seratus duapuluh lima persen)
dari Tingkat Indikasi Imbalan PUAS terhadap giro wajib minimum ditambah dengan
sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari tingkat indikasi imbalan PUAS
terhadap saldo negatif.[13]
Perhitungan
sanksi kewajiban membayar saldo negatif adalah :
GWM x 125% x
Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360
Ditambah dengan
:
Saldo Negatif x
150% x Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360
Contoh perhitungan 1 :
a. Saldo giro
rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 10 Miliar.
b. Saldo giro
rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar
negatif Rp 1 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 2 sebesar 11% (
sebelas persen)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 2 adalah sebesar :
(Rp 10 Miliar x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp 1 Miliar x 1,50 x 0,11 x
1/360)
= Rp 3.819.444,44 + 458.333,33
= Rp 4.277.777,77
Contoh perhitungan 2 :
a. Saldo giro
rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1
sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 12 Miliar.
b. Saldo giro
rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar
negatif Rp 2 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 2 sebesar 11% (
sebelas persen)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 2 adalah sebesar :
(Rp 12 Miliar x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp 2 Miliar x 1,50 x 0,11 x
1/360)
= Rp 4.583.333.33 + 916.666.66
= Rp 5.449.999,99
C. Menghitung Equivalent
Rate Produk Penghimpun Dana
Suku Bunga Padanan (Equivalent Rate) adalah suku bunga yang
besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan),
setiap bulan (bunga bulanan) dan setiap tahun (bunga tahunan, untuk sejumlah
pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu, yang apabila dihitung
secara anuitas (bunga berbunga) akan memberikan bunga dalam jumlah yang sama.
Sedangkan
menurut Rizal Yaya “equivalentrate adalah untuk menghitung presentase
dari suatu tabungan atau investasi”. Untuk menghitung equivalentrate
digunakan jumlah hari dalam satu tahun, juga menggunakan jumlah hari dalam satu
bulan (misalnya 30 hari). Perhitungan equivalentrate untuk dana yang
sifatnya tabungan mudhorobah adalah sebagai berikut:[14]
Rumus : Pendapatan
nasabah x 365 hari x 100%
Saldo
rata-rata x 30 hari
Contoh 1 :
misalnya pendapatan investasi suatu bank yang telah dibagi dengan nasabah Rp
80.000, saldo rata-rata ialah Rp 12.000.000, untuk menentukan berapa equivalentrate,
dapat kita masukan rumus diatas:
80.000 x 365
hari x 100%
12.000.000 x 30 hari
Maka equivalen
rate yang didapat ialah 8,11%
Untuk melanjutkan perhitungan tersebut
untuk mengetahui pendapatan dari bagi hasil nasabah perorangan dapat
menggunakan rumus :
Rumus : Saldo
rata-rata x 30 hari x equivalentrate
365 hari x 100
Misalnya nasabah yang memilki saldo
rata-rata dibulan november 2015 sebesar 2.000.000, berapa bagi hasil yang
diperoleh nasabah dari bank tersebut.
2.000.000
x 30 x 8,11
365 x 100
486.600.000
36.500
Bagi hasil yang diperoleh nasabah sebesar Rp 13.331.
Contoh 2 :
misalnya pendapatan investasi suatu bank yang telah dibagi dengan nasabah Rp
100.000, saldo rata-rata ialah Rp 20.000.000, untuk menentukan berapa equivalentrate,
dapat kita masukan rumus diatas:
100.000 x 365
hari x 100%
20.000.000 x 30 hari
Maka equivalen
rate yang didapat ialah 6.08%
Untuk melanjutkan perhitungan tersebut
untuk mengetahui pendapatan dari bagi hasil nasabah perorangan dapat
menggunakan rumus :
Rumus : Saldo
rata-rata x 30 hari x equivalentrate
365 hari x 100
Misalnya nasabah yang memilki saldo
rata-rata dibulan november 2015 sebesar 5.000.000, berapa bagi hasil yang
diperoleh nasabah dari bank tersebut.
5.000.000
x 30 x 6,08
365 x 100
912.000.000
36.500
Bagi hasil yang diperoleh nasabah sebesar Rp 24.986.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Cash ratio
merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan untuk menghitung
berapa kemampuan bank
dalam membayar utang lancar
dengan aktiva lancar
yang tersedia Secara matematis Cash Ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Cash Ratio = Kas + penempatan pada bank lainx 100%
Hutang
Lancar
Giro Wajib
Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum
dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia
berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Formula perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GMW Valas = 3% x DPKt-2
equivalentrate adalah untuk
menghitung presentase dari suatu tabungan atau investasi”. Untuk menghitung equivalentrate
digunakan jumlah hari dalam satu tahun, juga menggunakan jumlah hari dalam satu
bulan (misalnya 30 hari). Perhitungan equivalentrate untuk dana yang
sifatnya tabungan mudhorobah adalah sebagai berikut:
Rumus : Pendapatan
nasabah x 365 hari x 100%
Saldo rata-rata x
30 hari
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Manajemen
Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen KPN, 2011)
Umam, Khaerul, NanajemenPerbankanSyariah, (Bandung : CV
Pustaka setia, 2013)
Kasmir, BankdanLembagaKeuanganLainnya,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008)
Syamsuddin, Lukman, Manajemen
Keuangan Perusahaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)
Hasan, Zubairi, Undang-undang
Perbankan Syariah, (PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2009)
Yaya, Rizal, akuntansi perbankan
syari’ah teori dan praktek kontemporer, (Jakarta : Salemba Empat, 2012)
[1]Kasmir, BankdanLembagaKeuanganLainnya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), hal 224
[2]Lukman Syamsuddin, Manajemen Keuangan Perusahaan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2009), Hal 47
[3]
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=63319&val=4591
[4]Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah, (PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta, 2009), hlm
123.
[5] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen KPN, 2011), hal 377
[6] Khaerul Umam, NanajemenPerbankanSyariah, (Bandung : CV Pustaka
setia, 2013), hal 186
[7] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen KPN, 2011), hal 377-378
[8] Khaerul Umam, NanajemenPerbankanSyariah, (Bandung : CV
Pustaka setia, 2013), hal 186-187
[10]Zubairi Hasan, Undang-undang
Perbankan Syariah, (PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2009), hlm 125
[11] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen KPN, 2011), hal 380
[14]Rizal Yaya, akuntansi
perbankan syari’ah teori dan praktek kontemporer, (Jakarta : Salemba Empat,
2012), hal, 379-380
Tidak ada komentar:
Posting Komentar