Minggu, 07 Mei 2017

Cara Menghitung Besarnya Cash Ratio Dan Gwm Sesuai Kebutuhan Serta Menghitung Equivalent Rate



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Bank indonesia sebagai bank sentral di indonesia merupakan lembaga yag memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi bank. Dengan kewenangan tersebut bank indonesia mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh perbankan yang tertuang dalam peraturan Bank Indonesia, adalah penetapan cashratio,  giro wajib minimum dan equivalen rate.
Cash ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank tersebut. Sedangkan  Equivalent Rate adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan) dan setiap tahun (bunga tahunan, untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu, yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberikan bunga dalam jumlah yang sama
Penetapan giro wajib minimum merupakan salah satu instrumen moneter bank indonesia sebagai otoritas moneter yang bertujuan untuk mempengaruhijumlah uang yang beredar di masyarakat. Berdasarkan surat edaran No. 30/10/UPPB tanggal 20 oktober 1999 bank indonesia menetapkan besarnya GWM dalam rupiah sebesar minimal 5% dari dana pihak ketiga rupiah dan 3% dari dana pihak ketiga valuta asing.

B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara perhitungan cashratio pada bank syari’ah?
2.      Bagaiman perhitungan GWM pada bank syari’ah?
3.      Bagaimana perhitungan equivalenrate pada produk bank syari’ah?
C.           Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui perhitungan cashratio pada bank syari’ah
2.      Mengetahui perhitungan GWM pada bank syari’ah
3.      Mengetahui perhitungan equivalenrate pada produk bank syari’ah



                                                                                                            Muhammad Muarif                         
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Perhitungan Cash Ratio
Cash ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajiban yang harus segera dibayar dengan harta likuid yang dimiliki bank tersebut. Ratio ini menunjukkan kemampuan bank untuk membayar kembali simpanan para nasabahnya dengan alat-alat yang paling likuid yang dimiliki bank tersebut.[1]
Cash ratio merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan untuk  menghitung  berapa  kemampuan  bank  dalam membayar  utang  lancar  dengan  aktiva  lancar  yang  tersedia Secara   matematis Cash   Ratio dapat   dirumuskan   sebagai berikut :
Cash Ratio = Kas + penempatan pada bank lainx 100%
                                           Hutang Lancar

Tidak  ada  suatu  ketentuan  mutlak  tentang  berapa  tingkat cash  ratio yang  dianggap  baik  atau  yang  harus  dipertahankan oleh  suatu  perusahaan  karena  biasanya  tingkat cash  ratio ini juga  sangat  tergantung  pada  jenis  usaha  dari  masing-masing perusahaan.Akan  tetapi  sebagai pedoman  umum,  tingkat cash ratio 2,00    sudah    dapat    dianggap    baik    atau considered acceptable.[2]
Contoh perhitungan cashratio1 :
Cash Ratio 2007 = 550.992      x 100 % = 3,79 %
14.513.067

Cash Ratio 2008 = 464.601      x 100 % = 3,91%
11.862.408

Cash Ratio 2009 = 645.680      x 100 % = 5,93%
10.886.834

Cash Ratio 2010 = 2.253.222   x 100 % = 20,13%.[3] 
11.193.116

            Contoh 2 :

Cash Ratio 2011 = 500.000x 100 % = 3,57 %
14.000.000

Cash Ratio 2012 = 400.000  x 100 % = 3,63%
11.000.000

Cash Ratio 2013 = 600.000x 100 % = 6%
10.000.000

Cash Ratio 2014 = 2.000.000x 100 % = 18,18%      
11.000.000

B.      Perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM)
Pengertian GWM
Berkaitan dengan Giro Wajib Minimum (GWM), Bank Indonesia telah mengeluarkan dua Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum  dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Giro Wajib  Minimum (statutory reserve) atau GWM adalah simpanan minimium yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia sebesar presentase tertentu dari DPK (Pasal 1 angka 6 PBI 6/21/PBI/2004).[4]
Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Giro Wajib Minimum ini merupakan kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian bank dan berperan pula sebagai instrumen moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar.[5] Giro Wajib Minimum merupakan kewajiban reserve (reserve requirement) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK).[6]
Landasan syariah GWM
Ketentuan mengenai Giro Wajib Minimum bagi bank-bank berdasarkan prinsip syari’ah didasarkan pada landasan syari’ah sebagai berikut :
a.    Kaidah fiqih : “mashalihmursalah ” yang artinya prinsip umum kemaslahatan. Kaidah ini memungkinkan dilaksanakannya kebijakan pengaturan bank untuk kemaslahatan ekonomi secara keseluruhan.
b.    Kaidah fiqih : “tasharuful iman ‘alar ra’iyyah manuth bil mashlahah”, yang artinya, tindakan pemegang otoritas harus mashlahat yang berlaku. Berdasarkan kaidah ini, bank indonesia sebagai otoritas moneter memiliki kewenangan membuat aturan prinsip kehati-hatian yang digunakan oleh bank syari’ah dalam kegiatan operasionalnya untuk tujuan kemashlahatan.
c.    Kaidah fiqih : “sadduzdzari’ah” yang artinya prinsip pencegahan dari kerusakan dan kaidah fiqih “ta’zir” yaitu bentuk pengenaan sanksi. Kaidah ini memungkinkan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menerapkan sanksi bagi yang melanggar aturan GWM, guna mencegah dampak negatif yang diakibatkan oleh pelanggaran GWM.
Pembukaan Rekening Giro pada Bank Indonesia
Kantor pusat bank yang berlokasi diwilayah jabotabek wajib memelihara satu rekening Giro di Kantor Pusat Bank Indonesia. Apabila kantor pusat bank tersebut berada diluar wilayah jabotabek diwajibkan untuk memelihara satu rekening giro dalam rupiah dikantor bank indonesia setempat. Untuk bank devisa selain wajib memelihara rekening giro dalam rupiah juga wajib memelihara satu rekening giro dalam faluta asing.
Bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syari’ah (UUS) wajib memelihara dua rekening giro rupiah, masing-masing satu rekening untuk kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS. Bagi bank konvensional yang bersetatus bank devisa dan memiliki UUS, maka selain diwajibkan memelihara dua rekening giro dalam valuta asing (Dolar Amerika Serikat) di Kantor Pusat Bank Indonesia. Kedua rekening giro valuta asing tersebut masing-masing satu rekening untuk kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS.
Jumlah Rekening Giro Pada Bank Indonesia
Jenis Bank
Devisa
Non-Devisa
Konvensional
1 Rupiah & 1 Valas
1 Rupiah
Syari’ah
1 Rupiah & 1 Valas
1 Rupiah
Konvensional yang memiliki KC Syari’ah
2 Rupiah & 2 Valas
2 Rupiah

Penyetoran atau penarikan rekening giro dalam valuta asing tersebut diatas dapat dilakukan dengan cara pemindahbukuan melalui bank koresponden di luar negeri.[7]
Formula perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GMW Valas = 3% x DPKt-2
DPKt-2 : rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya.
Sebelum diterbitkan peraturan Bank Indonesia mengenai ketentuan Giro Wajib Minimum yang terbaru tahun 2008, pada tahun 2004, bank indonesia menentukan GWM untuk mata uang rupiah adalah 5% dari Dana Pihak Ketiga, sedangkan GWM valuta asing adalah 3% dari Dana Pihak Ketiga. Selain itu, terdapat ketentuan tambahan untuk Bank Syari’ah sebagai berikut.
a.              Bagi bank yang rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat tambahan perhitungan GWM sebagai berikut :
1)   Bank yang memiliki DPK > Rp 1 triliun sampai dengan Rp 10 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK.
2)   Bank yang memiliki DPK > Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK.
3)   Bank yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK.[8]

b.             Bagi bank yang memilikirasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih, dan/atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun rupiah tidak dikenakan tambahan GWM. Karena GWM adalah ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia, pelanggaran GWM akan dikenakan sanksi. Pelanggaran GWM terjadi apabila saldo harian Rekening Giro Bank di Bank Indonesia kurang dari saldo harian Rekening Giro Bank yang telah ditetapkan  untuk pemenuhan GWM.
Sanksi yang dikenakan pada bank syari’ah jika terjadi pelanggaran GWM adalah:
1)   Sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan Pasar Uang Antar Bank Syari’ah (PUAS) jika terjadi pelanggaran GWM dan rekening giro rupiah bank bersaldo positif.
2)   Sebesar 125% dari tingkat indikasi imbalan PUAS atas kekurangan GWM ditambah 150% dari tingkat indikasi imbalan PUAS atas saldo negatif.
3)   Sebesar 0,04% perhari kerja yang berdasarkan selisih antara saldo harian rekening giro valuta asing bank di Bank Indonesia yang wajib dipelihara dengan saldo harian Rekening Giro valuta asing bank yang dicatat pada sistem akuntansi Bank Indonesia, yang dibayarkan dalam bentuk rupiah dengan menggunakan kurs transaksi Bank Indonesia pada hari terjadinya pelanggaran.[9]
Tata Cara Pemeliharaan GWM
Bank wajib memelihara GWM secara harian. Kewajiban pemeliharaan GWM dihitung dengan membandingkan jumlah saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia setiap hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. Informasi mengenai DPK diperoleh dari data DPK yang disampaikan bank kepada Bank Indonesia, sesuai dengan  ketentuan Bank Indonesia tentang laporan berkala bank umum. Informasi mengenai saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia diperoleh dari sistem akunting Bank Indonesia. Ketentuan diatas berlaku juga untuk GWM dalam valuta asing (Pasal 8 PBI 6/21/PBI/2004).

Saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia masing-masing terdiri dari :
a.     Saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia;
b.    Saldo Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia (Pasal 9 PBI 6/21/PBI/2004).
DPK terdiri dari :
a.      Jumlah DPK dalam rupiah pada seluruh kantor Bank di Indonesi;
b.    Jumlah DPK dalam valuta asing pada seluruh kantor Bank di Indonesi.
DPK dalam rupiah meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank terdiri dari :
a.     Giro
b.    Simpanan berjangka
c.     Tabungan
Sedangkan DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga, termasuk bank di Indonesia, yang terdiri dari :
a.     Giro
b.    Simpanan berjangka (Pasal 10 PBI 6/21/PBI/2004).[10]
Ana Syarofatun
Penyampaian Laporan                                                                         
Bank wajib menyampaikan laporan secara berkala dan benar kepada bank indonesia mengenai DPK serta pos-pos aktiva dan pasiva dalam rupiah maupun valuta asing. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai pelaporan bank.
Sanksi
Bank akan dikenakan sanksi apabila melakukan kelambanan penyampaian laporan, menyampaikan angka-angka yang tidak benar, melanggar Giro Wajib Minimum dan mengalami saldo giro negatif pada Bank Indonesia.
Kelambatan Penyampaian Laporan dan Penyampaian Angka yang tidak Benar
     Keterlambatan penyampaian laporan dan penyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank akan dikenakan sanksi sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.28/10/UPPB tanggal 14 Desember 1995 tentang GWM Bank Umum pada bank Indonesia dalam Rupiah Dan Valas, sebagai berikut:[11]
Jenis pelanggaran
Sanksi kewajiban membayar
Keterlambatan penyampaian laporan mingguan bank termasuk koreksinya
Rp 2.500.000.00,- untuk setiaplaporan
Penyampaian angka yang tidak benar dalam laporan mingguan bank
Rp 250.000.00,- untuk setiap kesalahan dengan setinggi-tingginya Rp 10.000.000.00,- untuk setiap laporan.

Kekurangan GWM
     Pelanggaran giro wajib minimum pada rekening giro Rupiah dan rekening giro Rupiah dimaksud masih bersaldo positif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban membayarsebesar 125% (seratus dua puluh lima persen) dari tingkat indikasi imbalan puas terhadap kekurangan Giro Wajib Minimum.
Rumus : kekurangan GWM x 125% x tungkat indikasi imbalan PUAS x 1/360[12]
Contoh perhitungan 1 :
a. Saldo giro rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 10 Miliar.
b. Saldo giro rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar Rp 1 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 1 sebesar 12% (dua belas perseratus)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 1 adalah sebesar : (Rp 10 Miliar – Rp 1 Miliar) x 1,25 x 0,12 x 1/360 = Rp 3.750.000.00,-
Contoh perhitungan 2 :
a. Saldo giro rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 12 Miliar.
b. Saldo giro rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar Rp 2 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 1 sebesar 12% (dua belas perseratus)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 1 adalah sebesar : (Rp 12 Miliar – Rp 2 Miliar) x 1,25 x 0,12 x 1/360 = Rp 4.166.666.66,-

Saldo Negatif
     Pelanggaran Giro Wajib Minimum pada rekening Giro rekening rupiah yang mengakibatkan saldo negatif, maka bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% (seratus duapuluh lima persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan PUAS terhadap giro wajib minimum ditambah dengan sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari tingkat indikasi imbalan PUAS terhadap saldo negatif.[13]
Perhitungan sanksi kewajiban membayar saldo negatif adalah :
GWM x 125% x Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360
Ditambah dengan :
Saldo Negatif x 150% x Tingkat Indikasi Imbalan PUAS x 1/360
Contoh perhitungan 1 :
a. Saldo giro rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 10 Miliar.
b. Saldo giro rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar negatif  Rp 1 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 2 sebesar 11% ( sebelas persen)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 2 adalah sebesar :
(Rp 10 Miliar x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp 1 Miliar x 1,50 x 0,11 x 1/360)
= Rp 3.819.444,44 + 458.333,33
= Rp 4.277.777,77
Contoh perhitungan 2 :
a. Saldo giro rupiah bank pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara untuk periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar Rp 12 Miliar.
b. Saldo giro rupiah bank yang tercatat pada Bank Indonesia pada tanggal 1 adalah sebesar negatif  Rp 2 Miliar.
c. Tingkat Indikasi Imbalan PUAS pada tanggal 2 sebesar 11% ( sebelas persen)
d. Sanksi kewajiban membayar untuk tanggal 2 adalah sebesar :
(Rp 12 Miliar x 1,25 x 0,11 x 1/360) + (Rp 2 Miliar x 1,50 x 0,11 x 1/360)
= Rp 4.583.333.33 + 916.666.66
= Rp 5.449.999,99
C.      Menghitung Equivalent Rate Produk Penghimpun Dana
     Suku Bunga Padanan (Equivalent Rate) adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan) dan setiap tahun (bunga tahunan, untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tertentu, yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberikan bunga dalam jumlah yang sama.
Sedangkan menurut Rizal Yaya “equivalentrate adalah untuk menghitung presentase dari suatu tabungan atau investasi”. Untuk menghitung equivalentrate digunakan jumlah hari dalam satu tahun, juga menggunakan jumlah hari dalam satu bulan (misalnya 30 hari). Perhitungan equivalentrate untuk dana yang sifatnya tabungan mudhorobah adalah sebagai berikut:[14]
Rumus : Pendapatan nasabah x 365 hari x 100%
                             Saldo rata-rata x 30 hari
Contoh 1 : misalnya pendapatan investasi suatu bank yang telah dibagi dengan nasabah Rp 80.000, saldo rata-rata ialah Rp 12.000.000, untuk menentukan berapa equivalentrate, dapat kita masukan rumus diatas:
80.000 x 365 hari x 100%
                 12.000.000 x 30 hari
Maka equivalen rate yang didapat ialah 8,11%
          Untuk melanjutkan perhitungan tersebut untuk mengetahui pendapatan dari bagi hasil nasabah perorangan dapat menggunakan rumus :
Rumus : Saldo rata-rata x 30 hari x equivalentrate
                             365 hari x 100
          Misalnya nasabah yang memilki saldo rata-rata dibulan november 2015 sebesar 2.000.000, berapa bagi hasil yang diperoleh nasabah dari bank tersebut.
2.000.000 x 30 x 8,11
365 x 100
486.600.000
36.500
Bagi hasil yang diperoleh nasabah sebesar Rp 13.331.
Contoh 2 : misalnya pendapatan investasi suatu bank yang telah dibagi dengan nasabah Rp 100.000, saldo rata-rata ialah Rp 20.000.000, untuk menentukan berapa equivalentrate, dapat kita masukan rumus diatas:
100.000 x 365 hari x 100%
                 20.000.000 x 30 hari
Maka equivalen rate yang didapat ialah 6.08%
          Untuk melanjutkan perhitungan tersebut untuk mengetahui pendapatan dari bagi hasil nasabah perorangan dapat menggunakan rumus :
Rumus : Saldo rata-rata x 30 hari x equivalentrate
                             365 hari x 100
          Misalnya nasabah yang memilki saldo rata-rata dibulan november 2015 sebesar 5.000.000, berapa bagi hasil yang diperoleh nasabah dari bank tersebut.
5.000.000 x 30 x 6,08
365 x 100
912.000.000
36.500
Bagi hasil yang diperoleh nasabah sebesar Rp 24.986.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Cash ratio merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan untuk  menghitung  berapa  kemampuan  bank  dalam membayar  utang  lancar  dengan  aktiva  lancar  yang  tersedia Secara   matematis Cash   Ratio dapat   dirumuskan   sebagai berikut :
Cash Ratio = Kas + penempatan pada bank lainx 100%
                                          Hutang Lancar

Giro Wajib Minimum (Statury Reserve Requirement) adalah simpanan minimum bank umum dalam giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Formula perhitungan GWM :
GWM Rupiah = 5% x DPKt-2
GMW Valas = 3% x DPKt-2
     equivalentrate adalah untuk menghitung presentase dari suatu tabungan atau investasi”. Untuk menghitung equivalentrate digunakan jumlah hari dalam satu tahun, juga menggunakan jumlah hari dalam satu bulan (misalnya 30 hari). Perhitungan equivalentrate untuk dana yang sifatnya tabungan mudhorobah adalah sebagai berikut:
Rumus : Pendapatan nasabah x 365 hari x 100%
                             Saldo rata-rata x 30 hari







DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen KPN, 2011)
Umam, Khaerul, NanajemenPerbankanSyariah, (Bandung : CV Pustaka setia, 2013)
Kasmir, BankdanLembagaKeuanganLainnya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008)
Syamsuddin, Lukman,  Manajemen Keuangan Perusahaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)

Hasan, Zubairi, Undang-undang Perbankan Syariah, (PT Raja Grafindo Persada :  Jakarta, 2009)
Yaya, Rizal, akuntansi perbankan syari’ah teori dan praktek kontemporer, (Jakarta : Salemba Empat, 2012)



[1]Kasmir, BankdanLembagaKeuanganLainnya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal 224
[2]Lukman Syamsuddin, Manajemen Keuangan Perusahaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), Hal 47
[3] http://download.portalgaruda.org/article.php?article=63319&val=4591
[4]Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah, (PT Raja Grafindo Persada :  Jakarta, 2009), hlm 123.
[5] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen KPN, 2011), hal 377
[6] Khaerul Umam, NanajemenPerbankanSyariah, (Bandung : CV Pustaka setia, 2013), hal 186
[7] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen KPN, 2011), hal 377-378
[8] Khaerul Umam, NanajemenPerbankanSyariah, (Bandung : CV Pustaka setia, 2013), hal 186-187
[9]Ibid, hal 188
[10]Zubairi Hasan, Undang-undang Perbankan Syariah, (PT Raja Grafindo Persada :  Jakarta, 2009), hlm 125
[11] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen KPN, 2011), hal 380

[12]Ibid, hal.381
[13]Ibid, hal.382
[14]Rizal Yaya, akuntansi perbankan syari’ah teori dan praktek kontemporer, (Jakarta : Salemba Empat, 2012), hal, 379-380

Tidak ada komentar:

Posting Komentar