BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam dekade terakhir ini bisnis
perbankan Syariah di indonesia semakin berkembang dengan pesat. Dimana
perbankan syariah menawarkan alternatif jasa perbankan dengan sistem imbalan
berupa bagi hasil. Akan tetapi dalam mendukung kinerjanya perlu peran dewan
pengawas syariah (DPS).
Dewan pengawas Syariah merupakan slah satu
bagian penting dari institusi lembaga syariah (LKS) di indonesia. Kedudukan dan
fungsinya secara sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang
dikeluarkan oleh majlis ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan
pengurus DSN-MUI.
Untuk itu perlu kita membahas mengenai
DPS yang merupakan lembaga memberikan fatwa dalam hal boleh atau tidaknya dalam
melakukan transaksi tersebut.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Fungsi
Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional MUI?
2. Hubungan
antara DPS dan DSN MUI serta BI
3. Mekanisme
Pembentukan Fatwa?
C. TUJUAN
Makalah ini dibuat untuk mengetahui
tujuan dan peran Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional dalam
membuat kebijakan-kebijakan yang akan dilaksanaka noleh pihak perbankan
Syariah, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam transaksi baik pelaksanaa
produk dan sistem operasionalnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
FUNGSI
DAN PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS), DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) MUI
Peran utama para ulama dalam Dewan
Pengawas Syariah adalah mengawasi
jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan syariah.[1]
Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat
khusus jika dibandingkan bank konvensional. Oleh karena itu peran DPS dalam
penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada perbankan syariah tentunya
sangat penting untuk mengawasi dan menjamin bahwa operasional bank telah sesuai
dengan prinsip islam yakni meliputi mengontrol, menilai, mensupervisi aktifitas
pada lembaga keuangan syariah untuk menjamin kesesuaian dengan prinsip serta
aturan syariah. Alasan pentingnya Dewan Pengawas Syariah.
a.
Menentukan
tingkat kredibilitas Bank Syariah
b.
Menjadi
unsur utama dalam menciptakan jaminan kepatuhan syariah
c.
Menjadi
salah satu pilar utama dalam pelaksanaan good corporate governance di bank
syariah.
Dewan Pengawas
Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat dewan komisaris disetiap
lembaga keuangan syariah, hal ini untuk menjamin efektifitas dalam lembaga
keuangan syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus membuat pernyataan secara
berkala (biasanya setiap tahun) bahwa lembaga keuangan syariah yang diawasinya
telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
1.
Tugas
pokok dan Kewenangan DPS
Sebagaimana surat keputusan MUI
No.Kep-98/MUI/2001 tentang susunan pengurus dewan syariah nasioanal-MUI masa
bakti tahun 2000-2005. Mekanisme kerja DPS antaralain:
a.
Melakukan
pengawasan secara periodik pada LKS yang berada dibawah pengawasannya.
b.
Berkewajiban
mengajukan usul-usul pngembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan
dan kepada dewan syariah nasional.
c.
Melaporkan
perkembangan produk dan operasional LKS yang dikuasainya kepada dewan syariah
nasional sekurang-kurangnya 2 kali dalam 1 tahun anggaran.
d.
Sebagai
mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan
usulan produk.[2]
Meskipun anggota DPS secara individu menjadi anggota
Dewan Pengawas Syariah (DPS) di
perusahaan atau lembaga keuangan syariah lain, secara organisasi, anggotanya
bertanggug jawab kepada perusahaan atau LKS. Agar keberadaan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) efektif dan efisien. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh DPS dalam menjalanan wewenang dan fungsinya anara lain.
a.
Dewan
Pengawas Syariah (DPS) harus secara aktif dan rutin melakukan pengawasan
terhadap operasi, bukan hanya pasif menunggu pengaduan dari pihak manajemen.
b.
Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sejak dini harus tegas untuk meluruskan apabila ada
penyimpangan-penyimpangan sebelum menjadi bermasalah.
c.
Dewan
Pengawas Syariah (DPS) didorong agar tetap independensi dan memperkuat
peranannya agar lebih optimal.[3]
Peraturan
pemerintah tentang DPS pertama kali terdapat dalam peraturan pemerintah no. 72
tahun 1992 yang menjelaskan bahwa bank yang beroperasi dengan prinsip syariah
wajib memiliki DPS yang bertugas memberikan pengawasan atas produknya agar
sesuai syariah. Untuk memaksimalkan DPS, MUI membentuk Dewan Syariah Nasional
(DSN) yang khusus mengurusi masalah keuangan syariah di Indonesia dengan
keputusan DSN-MUI nomor :03 tahun 2000
tentang petunjuk pelaksanaan penetapan anggota dewan pengawas syariah.
Keberadaan DSN diatur dalam SK direktur Bank Indonesia no. 32/34/1999 yang
mengatur bahwa DSN ialah dewan yang
dibentuk oleh MUI yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian produk, jasa dan kegiatan usaha
bank dengan prinsip syariah.
Status
hukum DPS terdapat dalam UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bab V
bagian ketiga, dewan perbankan syariah syariah pasal 32 menyatakan:
1)
DPS
wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
2)
DPS
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diangkat oleh rapat umum pemegang saham atas
rekomendasi majlis ulama indonesia.
3)
DPS
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip Syariah.
2.
Mekanisme
pengangkatan dan pelaksanaan tugas DPS[4]
Mekanisme pengangkatan
dan pelaksanaan dan tanggung jawab DPS untuk Bank Umum Syariah terdapat
dalam peraturan Bank Indonesia no 11/03/2009 tentang bank Umum Syariah pasal 35
yang berbunyi:
1)
DPS
bertugas dan bertanggung jawab memberikan nasihat da saran kepada kepada
direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.
2)
Pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud pasal 1 antara lain :
a.
Menilai
dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk
yang dikeluarkan bank.
b.
Mengawasi
proses pengembangan produk baru Bank.
c.
Meminta
fatwa kepada DSN untuk produk baru bankmelakukan review secara berkala atas
pemenuhan prinsip syariah terhadap penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank
d.
Meminta
data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan Bank dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.
Pengawasan
dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tiak lurus, mengoreksi
yang salah dan membenarkan yang hak. Pengawasan dalam ajaran islam paling
terbagi dua hal yakni[5]
a.
Kontrol
yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada
allah swt. Seorang yang yakin bahwa allah mengawasi hambanya. Sebagaimna firman
allah dalam surah al-mujadalah ayat 7 “tidaklah engkau perhatikan bahwa allah
mengetahui apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi? Tidak ada pembicaraan
rahasia antara tiga orang, melainkan dialah yang keenamnya. Dan tidak ada lima
orang , melainkan dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yag kurang dari itu atau
lebih banyak, melainkan dia pasti ada bersama mereka dimanapun mereka berada.
Kemudian dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah
mereka kerjakan. Sesungguhnya allah maha mengetahui segalanya.”
b.
Sebuah
pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan tersebut juga dilakukan
dari luar sendiri. Bisa berasal dari pimpinan, yang menyangkut tugas yang
didelegasikan, kesesuaian penyelesaian dan perencanaannya. Hal ini sesuai degan
firman allah dalm surah at-taubah ayat 105 ialah “dan katakanlah, bekerjalah
kamu maka allah dan rasul-nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu
itu dan kamu akan dikembalikan kepada allah yang mengetahui akan yang ghaib dan
yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yag telah kamu kerjakan”
3.
Kedudukan,
Status dan Anggota Dewan Syariah nasional (DSN)[6]
a.
Dewan
Syariah Nasional merupakan bagian dari majelis ulama Indonesia
b.
Dewan
Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti departemen keuangan, bank
indonesia dll dalam menyusun peraturan untuk lembaga keuangan syariah
c.
Anggota
Dewan Syariah Nasional terdiri ari para ulama, praktisi dan para pakar dalam
bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
d.
Anggota
Dewan Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat MUI untuk masa bakti 4 (empat
tahun).
Fungsi utama DSN ialah mengawasi
produk-produk lembaga keuangan syariah sesuai dengan syariah islam. Dewan ini
bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seprti
asuransi, reksadana dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut dewan
syariah nasional harus membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari
sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengembangan
produk-produknya.
Fungsi lain
dari Dewan Syariah Nasional Ialah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk
yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Dimana produk baru harus
diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga yang bersangkutan.
Dewan Syariah
Nasional bisa memberi teguran ke lembaga keuangan syariah jika lembaga yang
bersangkutan menyimpang, hal ini dilakukan jika DSN menerima laporan dari Dewan
Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika
lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan,
dewan syariah nasional dpata mengusulkan kepada otoritas yang berwenang,
seperti Bank Indonesia dan departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar
perusahaan tersebut tidak bertindak jauh dari prinsip syariah.[7]
4.
Tugas
dan wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN)
a.
Dewan
Syariah nasional (DSN) bertugas:
i.
Menumbuhkembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan
keuangan pada khususnya.
ii.
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan
keuangan.
iii.
Megeluarkan
fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah
iv.
Mengawasi
penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.[8]
b.
Dewan Syariah nasional (DSN) berwenang :
i.
Mengeluarkan
fatwa yang mengikat DPS dimasing-masiing lembaga keuangan syariah dan menjadi
dasar tidakan hukum pihak terkait
ii.
Mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh
instansiyang berwenang, seperti departemen keuangan dan Bank Indonesia
iii.
Memberi
rekomendasi atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan
Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan.
iv.
Mengundang
para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter atau lmbaga keuangan dalam dan luar
negeri
v.
Memberikan
peringatan atas tindakan penyimpangan
vi.
Mengusulkan
ke instansi berwenang
B.
Hubungan DPS, DSN-MUI dan BI
Dewan
Pengawas Syariah (DPS) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan
Syariah Nasional (DSN-MUI). Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) menentukan dan
menyusun garis panduan (guide lines) Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah (DPS) berkewajiban mengajukan
usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan Dewan Syariah
Nasional (DSN), melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan merumuskan
permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan Dewan Syariah
Nasional (DSN).[9]
Dewan Pengawas Syariah (DPS) kedudukannya dan fungsinya secara
sederhana hanya diatur dalam salah satu bagian dalam SK yang dikeluarkan oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkenaan tentang susunan pengurus DSN-MUI.
a. Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah dan
bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN dilembaga keuangan syariah.
b. Dewan
Pengawas Syariah (DPS) diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah
melalui RUPS setelah mendapatkan rekomendasi dari DSN.[10]
Berkembangnya lembaga keuangan syariah maka berkembang pula
jumlah DPS, banyak dan beragamnya DPS adalah suatu hal yang harus disyukuri,
tetapi juga harus diwaspadai, karena berkaitan dengan adanya kemungkinan
timbulnya fatwa yang berbeda-beda dari masing-masing DPS, yang dapat
menimbulkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI membentuk satu dewan syariah
yang bersifat Nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, lembaga ini
dikenal dengan Dewan Syariah Nasional (DSN). Surah keputusan dewan pimpinan
Majelis Ulama Indonesia tentang susunan pengurus Dewan Syariah Nasional MUI No:
Kep-98/MUI/III/2001, adalah sebagai berikut:
1. Pengertian
DSN, Dewan Syariah Nasional (DSN) dibentuk oleh MUI untuk menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan akivitas lembaga keuangan syariah.
2. Kedudukan,
Status dan Anggota DSN
a.
Dewan Syariah Nasional
(DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
b.
Dewan Syariah Nasional
(DSN) membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia
dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
c.
Anggota DSN terdiri
dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan
muamalah syariah.
d.
Anggota DSN ditunjuk
dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus
MUI pusat lima tahun.
3. Tugas
dan Wewenang[11]
a.
Menumbuh kembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumya dan
keuangan pada khususnya.
b.
Mengeluarkan fatwa atas
jenis-jenis kegiatan keuangan.
c.
Mengeluarkan fatwa atas
produk dan jasa keuangan syariah.
Dewan Syariah Nasional (DSN) berwewenang
sebagai berikut:
a.
Mengeluarkan fatwa yang
mengikuti Dewan Pengawas Syariah (DPS) dimasing-masing lembaga keuangan syariah
dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
b.
Mengeluarkan fatwa yang
menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, seperti Depkeu dan BI.
c.
Memberikan rekomendasi
atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu
lembaga keuangan syariah.
d.
Mengundang para ahli
menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,
termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
e.
Memberikan peringatan
kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang
telah dikeluarkan oleh DSN.
f.
Mengusulkan kepada
instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak
diindahkan.[12]
1. Fungsi
Strategis dalam Undang-Undang Perbankan
Antara MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan BI (Bank Indonesia),
dimana BI menempatkan DSN-MUI sebagai yang bertanggung jawab dalam hal-hal yang
menyangkut syariah, posisi DSN-MUI sangat strategis dan sentral dalam
pengembangan ekonomi syariah. BI saat ini telah menempatkan pejabat setingkat
direktur untuk menangani bank-bank syariah.[13]
UU No. 10 Tahun 1998 dan PBI No. 4/1/PBI/2002, tahun 2002
menandai babak baru dalam sejarah perbankan syariah di Indonesia. Statistik
perbankan syariah Mei 2003, dari Bank Indonesia, jumlah bank syariah di
Indonesia, sampai akhir april 2003 tercatat bahwa bank umum syariah baru dua
yaitu Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri. Dikeluarkannya Undang-Undang Bank
Indonesia No. 23 tahun 1999, pengembangan perbankan syariah memperoleh dasar
hukum yang makin kuat, dalam UU tersebut Bank Indonesia (BI) mempunyai tugas
pokok mengatur dan mengawasi bank umum maupun BPR yang berdasarkan prinsip
syariah. Tugas pokok tersebut menegaskan bahwa Bank Indonesia (BI) berkewajiban
mengembangkan bank-bank syariah.
Independensi institusi DSN-MUI perlu terus ditingkatkan agar
mampu memberikan kontribusi dan peran setara dengan institusi-institusi lainnya
seperti BI.[14]
Majelis Ulama Indonesia (MUI) terwakili oleh DSN-MUI dan telah
mensosialisasikan ekonomi kepada pemerintah, legislative, kalangan
pengusaha/eksekutif dan kepada masyarakat.[15]
DSN-MUI sebagai institusi umat yang berfungsi untuk mengawasi dan mengenbangkan
ekonomi syariah. Karena itu, DSN-MUI harus menjaga kepercayaan yang diberikan
oleh instandi terkait seperti BI, dalam fungsinya sebagai pengawas syariah,
sehingga tidak terjebak dalam hal-hal yang sifatnya material.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) menerima rekomedasi dari meneliti
dan memberi fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Dewan Syariah Nasional (DSN)
memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas
Syariah (DPS). Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat memberi teguran kepada
lembaga keuang[16]an
syariah jika yang berangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah
ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional (DSN) telah menerima
laporan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada lembaga yang bersangkutan.
Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan
teguran yang diberikan, maka Dewan Syariah Nasional (DSN) dapat mengusulkan
kepada otoritas yang berwenang, seperti BI. Untuk memberikan sanksi agar bank
tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai
dengan syariah.[17]
Dewan Pengawas Daerah (DPS) diletakkan pada posisi setingkat dewan komisaris
pada setiap bank, untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan
oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan biasanya dilakukan oleh rapat umum[18]
pemegang saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) mendapatkan
rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN).[19]
Dewan Syariah Nasional (DSN) dibentuk pada bulan Juli tahun
1997 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah
Nasional (DSN) dijalankan oleh badan pelaksana harian degan seorang ketua dan
sekretaris serta beberapa anggota.[20]
Dewan Pengawas Syariah (DPS) meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari
bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertindak
sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan
oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).[21]
C. Mekanisme
pembentukan fatwa MUI dan DSN
DSN MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun
1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’, serta ahli dan praktisi
ekonomi). DSN MUI mempunyai fungsi melaksankan tugas-tugas MUI dalam memajukan
ekonomi umat, menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas
lembaga kuangan syariah
DSN adalah singkatan dari Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional
adalah Dewan yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. DSN ini merupakan bagian
dari Majelis Ulama Indonesia.
DSN ini membantu pihak
terkait, seperti Depatemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam
menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuanga syariah[22]. Salah satu tugas pokok DSN adalah
mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam
(syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi
di lembaga keuangan syariah[23].
1.
Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
2.
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
3.
Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
4.
Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Dewan Syariah Nasional berwenang[25] :
1.
Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing
lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tidakan hukum pihak terkait.
2.
Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Depatemen Keuangan dan Bank
Indonesia.
3.
Memberikan rekomendasi
dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas
Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.
4.
Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam
pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam
maupun luar negeri.
5.
Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan
penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
6.
Mengusulkan kepada istansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila
peringatan tidak diindahkan.
Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan
muamalah syariah, yang aggotanya ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa
bakti empat tahun.
Mekanisme kerja Dewan Syariah Nasional :
a.
Dewan Syariah Nasional mensahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan
Pelaksana Harian DSN.
b.
Dewan Syariah Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam
tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
c.
Setiap tahunnya membuat
suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa
lembaga syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan
syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.
Pembiayaan Dewan Syariah Nasional[26] :
a. Dewan Syariah Nasional memperoleh dana
operasional dari bantuan Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan
masyarakat.
b.
Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga
keuangan syariah yang ada.
c. Dewan Syariah Nasional mempertanggungjawabkan
keuangan/sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia.
Sebagai organisasi agama, MUI
mempunyai tujuan dan peran yang menjurus kepada keagamaan. MUI mempunyai tujuan
untuk turut serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta aman dan
damai. Hal ini termaktub dalam Pedoman Dasar MUI yang disahkan pada musyawarah
nasional pertama tersebut, yaitu Pasal 2 Pedoman Dasar MUI. Sedangkan
peran MUI, tertuang dalam pasal 4, yaitu berperan untuk mengeluarkan fatwa dan
nasihat kepada pemerintah dan umat islam dalam masalah berhubungan dengan masalah
keagamaan dan kemaslahatan bangsa, menjaga kesatuan umat, institusi
representasi umat islam dan sebagai perantara yang mengharmonisasikan hubungan
antara umat beragama.[27]
Sebagai upaya dalam pelaksanaan
tugas, MUI membentuk komisi-komisi. Terkait tugas mengkaji masalah hukum yang
timbul ditengah masayarakat, hal tersebut diserahkan pada komisi fatwa. Karena
fatwa merupakan alternatif yang diperlukan untuk memberi jawaban tentang
masalah kehidupan dari perspektif agama, baik untuk masyarakat maupun
pemerintah. Dalam kegiatan perekonomian, pada tahun 1998, MUI membentuk lembaga
yang khusus menangani fatwa tentang fiqih muamalah (ekonomi syariah). Lembaga
inilah yang disebut dengan DSN-MUI.
1. Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
Setelah disahkannya Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998), kegiatan dan
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah semakin giat dilaksanakan, bahkan
dalam UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 telah memuat ketentuan tentang
aktivitas ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Hal inilah yang kemudian
mempengaruhi pertumbuhan pesat aktivitas perekonomian yang berasaskan prinsip
syariah. Termasuk yang mendorong berdirinya beberapa lembaga keuangan syariah.
Perkembangan pesat lembaga keuangan
syariah tersebut memerlukan regulasi yang berkaitan dengan kesesuaian
oprasional lembaga keuangan syariah dengan prinsip-prinsip syariah. Persoalan
muncul karena institusi regulator yang mempunyai otoritas mengatur dan
mengawasi lembaga keuangan syariah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan kementrian
keuangan tidak dapat melaksanakan otoritasnya dibidang syariah. Ke dua lembaga
pemerintahan tersebut tidak memiliki otoritas untuk merumuskan prinsip-prinsip
syariah secara langsung dari teks-teks keagamaan dalam bentuk peraturan
(regulasi) yang bersesuaian untuk setiap lembaga keuangan syariah. Selain itu,
lembaga tersebut tidak dibekali peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang otoritas dalam mengurus masalah syariah.
Berdasarkan hal teresebut, muncullah
gagasan untuk dibentuk DSN, yang jauh sebelumnya memang sudah diwacanakan,
tepatnya pada tanggal 19-20 Agustus tahun 1990 ketika acara lokakarya dan
pertemuan yang membahas tentang bunga bank serta pengembangan ekonomi rakyat
yang akhirnya merekomendasikan kepada pihak pemerintah agar memfasilitasi
pendirian bank berdasarkan prinsip syariah[28].
Sehingga pada 14 Oktober 1997 diselenggarakan lokakarya ulama tentang Reksadana
Syariah, dan salah satu rekomendasinya adalah pembentukan DSN-MUI. Rekomendasi
tersebut kemudian ditindak lanjuti sehingga tersusunlah DSN-MUI secara resmi
pada tahun 1998.
DSN-MUI adalah lembaga yang dibentuk
oleh MUI yang secara struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani
masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan
langsung dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya,
pendirian DSN-MUI dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan koordinasi para
ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan
keuangan, selain itu DSN-MUI juga diharapkan dapat berperan sebagai pengawas,
pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai prinsip ajaran islam dalam
kehidupan ekonomi.
Berkaitan dengan perkembangan
lembaga keuangan syariah itulah, keberadaan DSN-MUI beserta produk hukumnya
mendapat legitimasi dari BI yang merupakan lembaga negara pemegang otoritas
dibidang perbankan, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 32/34/1999, di mana pada pasal 31 dinyatakan: “untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan usahanya, bank umum syariah diwajibkan
memperhatikan fatwa DSN-MUI”, lebih lanjut, dalam Surat Keputusan tersebut juga
dinyatakan: “”demikian pula dalam hal bank akan melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 28 dan Pasal 29, jika ternyata kegiata usaha yang
dimaksudkan belum difatwakan oleh DSN, maka wajib meminta persetujuan DSN
sebelum melakukan usaha kegiatan tersebut”.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/2/PBI/2009 (PBI) lebih mempertegas lagi posisi Dewan Pengawas Syariah (DPS)
bahwa setiap usaha Bank Umum yang membuka Unit Usaha Syariah diharuskan
mengangkat DPS yang tugas utamanya adalah memberi nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kesesuaian syariah. Sedangkan dalam ketentuan UUPS No.
21 Tahun 2008 tegas dinyatakan bahwa DPS diangkat dalam rapat umum pemegang
saham atas rekomendasi MUI. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa DSN-MUI merupakan lembaga satu-satunya yang diberi amanat oleh
undang-undang untuk menetapkan fatwa tentang ekonomi dan keuangan syariah, juga
merupakan lembaga yang didirikan untuk memberikan ketentuan hukum islam kepada
lembaga keuangan syariah dalam menjalanan aktivitasnya. Ketentuan tersebut
sangatlah penting dan menjadi dasar hukum utama dalam perjalanan operasinya.
Tanpa adanya ketentuan hukum, termasuk hukum islam, maka lembaga keuangan
syariah akan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya[29].
Sejak terbentuk
pada tahun 1998, peran DSN-MUI telah mengeluarkan sejumlah fatwa tentang
ekonomi syariah dan keuangan syariah. DSN-MUI juga telah melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan fatwa tersebut disetiap lembaga keuangan syariah melalui
DPS, yang merupakan organisasi dalam membantu DSN-MUI. Fatwa DSN-MUI akan
mengikat lembaga keuangan syariah karena fatwa yang telah diputuskan itu akan
diterjemahkan sebagai peraturan perundang-undangan dan menjadi pedoman serta
panduan bagi lembaga regulator untuk menerbitkan aturan tentang lembaga
keuangan syariah. Namun bagi masyarakat umum, fatwa DSN-MUI hanyalah bersifat
seruan moral yang tidak mengikat dan tidak wajib untuk diikuti.
Pengertian fatwa
menurut arti bahasa adalah jawaban suatu kejadian (memberi jawaban yang
tegas terhadap segala yang terjadi dalam masyarakat). Fatwa menurut arti syariat
ialah suatu penjelasan hukum syariat dalam menjawab suatu perkara yang
ditanyakan oleh seorang yang bertanya, baik penjelasan itu jelas atau ragu-ragu
dan penjelasan itu mengarah pada dua kepentingan, yakni kepentingan pribadi
atau masyarakat banyak. Sedangkan menurut Cholil Nafis, Fatwa merupakan
pandangan ulama dalam menetapkan hukum islam tentang suatu peristiwa yang
memerlukan ketetapan hukum. Seorang mufti tidak hanya ahli ilmu fiqih, akan
tetapi juga menguasai permasalahan yang akan diberikan ketetapan hukum. Oleh
karena itu, fatwa merupakan cermin dari respon para ulama terhadap suatu
masalah yang memerlukan jawaban dari aspek agama islam sehingga bersifat
dinamis dan juga merupakan cermin refleksi dari pemikiran intelektual
masyarakat tertentu.
Di Indonesia, fatwa
dikeluarkan oleh individu, yaitu tokoh agama yang dijadikan tempat rujukan
untuk mengemukakan persoalan atau permasalahan, kemudian diberikan jawaban
sesuai ketetapan hukum islam. Namun, setelah fatwa dikeluarkan secara kelompok
oleh para ulama, yaitu melalui organisasi kemasyarakatan yang sesuai dengan
aliran pemahaman keagamaan. Organisasi tersebut merupakan cermin dari
formalitas kolektivitas perorangan yang bersepakat untuk bersatu dalam satu
wadah tertentu. Seperti warga Nahdiyyin (pengikut
organisasi Nahdatul Ulama) dan warga Muhammadiyah yang mengkaji setiap masalah
yang dihadapi oleh anggotanya dalam forum masing-masing dan kemudian mencari
jalan penyelesaiannya, serta memutuskan hukum yang sepatutnya dengan syariah.
Karenanya dalam konteks nasional, pemerintah dan masyarakat bersatu berhimpun
dalam satu wadah yaitu MUI yang mewakili umat
islam Indonesia dalam memberi fatwa demi kesatuan suara dan metode yang
digunakan.
Sebagaimana sifat fatwa
yang tidak mempunyai kekuatan mengikat, di Indonesia fatwa yang dikeluarkan
oleh individu atau kelompok yang tergabung dalam sebuah organisasi
kemasyarakatan sama sekali tidak ada yang mengikat anggotanya. Fatwa yang
diputuskan oleh organisasi islam hanya bersifat ketetapan hukum yang mengandung
konsekuensi moral bagi anggotanya, meskipun seruan moral tersebut secara tegas
tidak ada pengawasan dari aturan organisasi.
Kedua lembaga pemerintah tersebut telah
menetapkan DSN-MUI sebagai mitra dalam mengatur lembaga keuangan syariah yang
menjadi tanggung jawab masing-masing. Namun bukan berarti penerapan fatwa
tersebut secara otomatis mengikat setiap lembaga keuangan syariah sebelum
dijadikan regulasi oleh lembaga regulator, baik dalam bentuk undang-undang,
peraturan Bank Indonesia atau peraturan Mentri Keuangan. Hal ini dikarenakan
DSN-MUI sebagai lembaga swasta yang tidak mempunyai otoritas untuk mengatur
secara langsung lembaga keuangan syariah. Jika fatwa tersebut akan dijadikan
sebagai panduan dan rujukan utama dilembaga keuangan syariah, maka fatwa-fatwa
tersebut perlu dijadikan sebagai regulasi terlebih dahulu oleh lembaga
regulator.
Mekanisme
penyerapan fatwa DSN-MUI sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur
dalam Pasal 26 UUPS No. 21 Tahun 2008:
1)
Kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah
wajib tunduk pada Prinsip Syariah.
2)
Prinsip Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3)
Fatwa sebagaimana dimaksud ayat
(2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
4)
Dalam rangka penyusunan Peraturan
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite
perbankan syariah.
5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
2.
Mekanisme
kerja dan penyerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
Adapun mekanisme kerja dewan syariah nasional adalah sebagai
berikut ini[30]
:
a.
DSN
mengesahkan rencangan fatwa yang diusulkan oleh badan pelaksana harian DSN
b.
DSN
melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana
diperlukan.
c.
Setiap
tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual
report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi
segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
Rapat DPS dengan direksi
Dan bag/Depr terkait
|

|


|

jawaban
![]() |
|||
![]() |
|||
jawaban
Implementasi dan Sosialisasi
|
|
![]() |
|||
![]() |
Usulan
Kedudukan,
Status dan Anggota
Dewan syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh MUI untuk
menangan masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan
syariah.
1.
DSN
merupakan bagian dari MUI
2.
DSN
membantu pihak terkait, seperti depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan
untuk lembaga keuangan syariah.
3.
Anggota
DSN terdiri dari pada ulama, prektisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait
dengan muamalah syariah.
Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama
dengan periode masa bakti pengurus MUI pusat, 5 (tahun).
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan
yang mengawasi, mengarahkan serta yang lainnya yang berkaitan dengan
kesyariahan atau konsep syariah. Sedangkan Dewan Syariah Nasional (DSN) ialah
mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah sesuai dengan syariah islam.
Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain
seprti asuransi, reksadana dan sebagainya.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI). Dewan
Syariah Nasional (DSN-MUI) menentukan dan menyusun garis panduan (guide lines) Dewan Pengawas Syariah
(DPS). Dewan Pengawas Syariah (DPS) berkewajiban mengajukan usul-usul
pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan Dewan Syariah Nasional
(DSN), melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah
yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan merumuskan
permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan Dewan Syariah
Nasional (DSN)
Sebagai
organisasi agama, MUI mempunyai tujuan dan peran yang menjurus kepada
keagamaan. MUI mempunyai tujuan untuk turut serta mewujudkan masyarakat yang
adil dan makmur serta aman dan damai. Hal ini termaktub dalam Pedoman Dasar MUI
yang disahkan pada musyawarah nasional pertama tersebut, yaitu Pasal 2 Pedoman
Dasar MUI. Sedangkan peran MUI, tertuang dalam pasal 4, yaitu berperan
untuk mengeluarkan fatwa dan nasihat kepada pemerintah dan umat islam dalam
masalah berhubungan dengan masalah keagamaan dan kemaslahatan bangsa, menjaga
kesatuan umat, institusi representasi umat islam dan sebagai perantara yang
mengharmonisasikan hubungan antara umat beragama
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Muhammad
Syakir Sula, AAIJ, FIIS. 2004. Asuransi Syariah (Life and General)
Konsep dan Sistem Operasional. (Jakarta: Gema Insani Press.)
Andri Soemitra, 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta: Kencana,)
M. Syafi’i
Antonio, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema
Insani,)
Khaerul Umam,
2013, Manajemen Perbankan Syariah, (Bandung: CV Pustaka Setia,)
Didin
Hafiduddin dan Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah Dalam Praktik,,
(jakarta :GIP)
Kautsar Riza
Salman, 2012, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, (Jakarta:
Akademia permata),
Ahmad Ifham
Sholihin, 2010, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama)
[1]M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta
: Gema Insani, 2001),hlm. 234
[2]Khaerul Umam, Manajemen Perbankan Syariah, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2013), hlm 382
[4]www.academia.edu/optimalisasiperandanfungsiDPSdalamperbankansyariah
diakses pada tanggal 15 november 2015
[5]Didin Hafiduddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Praktik,,
(jakarta :GIP, 2003), hlm. 152)
[6]Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah,
(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm 51
[7]Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK
Syariah, (Jakarta: Akademia permata), hlm. 13.
[8]Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, hlm
51-52
Insani Press. 2001). Hal 30.
[25] Ibid, hal : 51
[26] Ibid, hal : 52-53
[27] “Profil MUI”, Jum’at 8 Mei 2009, <http://www.mui.or.id>, (11 Januari
2013).
[28] “DSN-MUI”, <http://www.mui.or.id>,
Op.cit.
[29] Cholil Nafis, Op.cit., H. 90.
[30] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Syariah, (Yogyakarta :
Ekonosia,2003) cet.1 hal : 49
Halo,
BalasHapusnama saya Siti Aminah dari Indonesia, tolong saya sarankan semua orang di sini harus sangat berhati-hati, karena ada begitu banyak pemberi pinjaman pinjaman palsu di internet, tetapi mereka masih yang asli di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah ditipu oleh 4 pemberi pinjaman yang berbeda, saya kehilangan banyak uang karena saya sedang mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang karena hutang.
Saya hampir menyerah sampai saya meminta saran dari seorang teman yang memperkenalkan saya kepada pemberi pinjaman asli dan perusahaan yang sangat andal yaitu Bunda Alicia Radu yang mendapatkan pinjaman saya dari 800 juta rupiah Indonesia dalam waktu kurang dari 24 jam Tanpa tekanan dan tekanan suku bunga rendah 2%. Saya sangat terkejut ketika memeriksa rekening bank saya dan menemukan jumlah pinjaman yang saya minta telah ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan sehingga saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa tekanan dari Bunda Alicia Radu
Saya ingin Anda mempercayai Bunda Alicia Radu dengan sepenuh hati karena ia sangat membantu dalam hidup saya dan kehidupan finansial saya. Anda harus menganggap diri Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, hubungi ibu Alicia Radu melalui email: (aliciaradu260@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya: (sitiaminah6749@gmail.com) jika Anda memerlukan informasi tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman dari Ibu Alicia Radu, Anda sangat bebas untuk menghubungi saya dan saya akan dengan senang hati menjawab Anda karena Anda juga dapat membantu orang lain setelah Anda menerima pinjaman Anda.