Minggu, 30 April 2017

Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank Syariah Serta Kegiatan Sistem Oprasional Bank Syariah.



Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank Syariah Serta Kegiatan Sistem Oprasional Bank Syariah.

A. Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank Syariah
a. Asas dan Tujuan Bank Syariah
Dalam pasal 1 undang-undang No. 21 tahun 2008 definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank konvesional dan bank syariah.Bank konvesional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional, yang terdiri atas bank umum konvensional dan bank pengkreditan rakyat (BPR) sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank umum syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Prinsip syariah adalah prinsip hokum islam dalam kegiatan perbankan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penerapan fatwa di bidang syariah. BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran sedangkan BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat.
Bank umum konfensional yang berfungsi sebagai kantor induk  dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja dikantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor cabang pembantu dan/atau unit syariah.
Terkait dengan asas operasional bank syariah berdasarkan pasal 2 UU No.21 tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Sedangkan tujuan bank syariah berdasarkan pasal 3  dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
b. Karakteristik Bank Syariah
       Bank Syariah beroperasi atas dasar prinsip bagi hasil (profit sharing) hal ini merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank islam secara keseluruhan. Bank syariah adalah bank yang beazaskan antara lain azas kemitraan, azas keadilan, azas transparansi dan azas universal. Serta melakukan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik anatara lain sebagai berikut :
a.         Pelarangan riba dalam berbagai bentuk
b.        Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
c.         Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
d.        Tidak di perkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
e.         Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
f.         Tidak di perkenankan dua transaksi dalam satu akad

c. Fungsi Bank Syariah
Berdasarkan pasal 4 UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial  dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya (antara lain denda terhadap nasabah atau ta’azir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat
Dalam beberapa literatur perbankan syariah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non – riba memiliki setidaaknya ada empat fungsi, yaitu :

1.      Fungsi Manajemen Investasi
Dengan fungsi ini, bank syariah  bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah  dan pemilik dana.
2.      Fungsi Investor
Dalam penyaluran dana , bank syariah berfungsi sebagai investor (pemiliik dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor – sektor yang produktif dengan resiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Selain itu dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah meliputii akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa – menyewa (ijarah dan iijarah muntahiya bittaamlik), dan akad lainnya yang diperbolehkan oleh syariah.
3.      Fungsi Sosial
Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu:
a.       Instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan wakaf   (ZISWAF)
Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para insvestor , dana yang dihimpun  melalui instrumen ZISWAF selanjutnya akan disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
b.      Instrumen Qardhul Hasan
c.      Instrumen Qardhul Hasan berfungsii menghimpun dana dan penerimaan yangg tidak memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh pemberi. Selajutnya dana Instrumen Qardhul Hasan Disalurkan untuk :
a.    Pengadaan atau perbaikan kualitas fasilitas sosial dan fasilitas umum masyarakat (terutama bagi dana yang berasal dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal)
b.    Sumbangan atau hibah kepada yang berhak
c.    Pinjaman  tanpa bunga yang diprioritaskan pada masyarakat golongan ekonomi lemah, tetapi memiliki potensi dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.

4.      Fungsi Jasa Keuangan
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of quarantee, letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah harus tetap menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.
1.   Organisasi Bank Syari’ah
Perbankan syari’ah di Indonesia saat ini telah memasuki periode perkembangan yang ditandai dengan bank-bank syari’ah baru. Hal ini dimungkinkan dengan adanya landasan hukum yang jelas yaitu Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang mengubah Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta peraturan-peraturan pelaksanaanya. Berdasarkan undang-undang perbankan yang baru, sistem perbankan di Indonesia terdiri dari bank umum konvensional dan bank umum syariah. Selain itu undang-undang yang baru ini memungkinkan pengembangan bank syari’ah melalui pendirian bank syari’ah baru, perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syari’ah dan pelaksanaan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syari’ah oleh bank konvensional.
Organisasi hanya merupakan alat dan wadah dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam melakukan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan. Jika organisasi baik dan benar, tujuan yang optimal relatif akan lebih mudah dicapai. Organisasi yang baik, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan bank adalah pengorganisasian (organizing) yang dilakukan secara baik oleh organisator.
Organisasi bank yang terbaik menurut pendapat Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan adalah yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Organisasi Lini dan Staf merupakan organisasi yang paling luwes karena sumber perintah dan tanggung jawab jelas, serta garis perintah dan tanggung jawabnya melalui jalur vertikal terpendek. Dalam pengambilan keputusan, manajer lini mendapat bantuan informasi dan saran-saran dari para stafnya sehingga keputusan yang diambil relatif lebih baik.
2. Pendepartemenan hendaknya didasarkan atas proses produksi (aktivitas) agar hubungan pekerjaan vertikal dan horizontal serasi terintegrasi, serta kontrol internal (check and recheck) antar bagian berlangsung baik.
3. Struktur organisasi hendaknya berbentuk segitiga vertikal supaya pembagian pekerjaan, hubungan pekerjaan, jabatan karyawan jelas.
4. Job description setiap karyawan harus ditetapkan secara jelas untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pekerjaan.
5. Adanya desentralization authority (pelimpahan kewenangan) kepada para karyawan agar pelaksanaan pekerjaan dan pelayanan nasabah dapat ditingkatkan karena birokratisme berkurang.
6.  Penempatan karyawan harus didasarkan pada prinsip the right man on the right place sehingga ada keefektifan organisasi.
7. Rentang kendali untuk setiap bagian harus berdasarkan kemampuan pimpinan dan volume pekerjaan yang akan dikerjakan, biasanya berkisar tiga hingga sembilan orang.
8. Organisasi bank harus dibagi atas Front Office (customer service) dan Back Office sehingga pelayanan nasabah lebih baik dan lebih cepat.
Untuk memenuhi tuntutan kerja bank Syariah yang efektif, efisien, berintegritas tinggi, dan melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip kehati-hatian diharapkan manajemen bank Syariah memiliki kewenangan dan diberi fungsi yang tegas dan pasti, agar dapat menjamin terselenggaranya kinerja perbankan Syariah yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, transparan dan memberikan pendidikan kepada masyarakat, menjaga kehati-hatian dan kejujuran, dan profesional.
Untuk menunjang kinerja tersebut, selain memiliki struktur organisasi internal seperti itu, diperlukan juga adanya institusi pendukung seperti: auditor Syariah, pasar keuangan Syariah, forum komunikasi pengembangan perbankan Syariah, lembaga penjamin pembiayaan Syariah, pusat informasi keuangan Syariah, dan lembaga yang menangani sekuritisasi aset bagi bank Syariah yang menginginkan peningkatan likuiditasnya

2.   Mekanisme Kerja Bank Syari’ah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhR4vikHXVup3J2bKW5oPyOkMKazxNBSYy0jeC3dzRkXm7ba5nsjeU_wgVZMfkngrWzQXGreoTAwdp9Selil4fadDSPZi5mim13zCD0PWV_ypZ315z_SaowTxDvTQH5aNBNkdAmV4CQ2n4/s1600/jurnal+2.jpg

Gambar : Alur mekanisme Sistem Operasional Bank Syariah

      1.   Dewan Pengawas Syari’ah
Dewan pengawas syariah (DPS) adalah suatu badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN) pada bank . anggota DPS harus terdiri dari pakar-pakar dibibang syari’ah muamalah serta memiliki pengetahuan tentang perbankan.
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpangdari ketentuan dan prinsip syari’ah.
Selain itu DPS juga mempunyai fungsi :
1)      Sebagai penasehat dan pemberi saran bagi direksi.
2)   Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan dan usul pengembangan produk dan jasadari bank.
3)   Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank, DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syari’ah.

2.      Dewan Nasional Syari’ah
Dewan Nasional Syari’ah (DSN) merupakan bagian dari mejlis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syari’ahdalam kegiatan perekonomian pada umumnyaDSN juga mempunyai wewenang :
1)  Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk di anggota DPS .
2)   Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syari’ah .
3)  Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti bank Indonesia dan Badan Pengawasan Pasar Modal.
4)  Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syari’ah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan.

3.      Unit Usaha Syari’ah
Unit usaha syariah ialah suatu unit kerja  khusus untuk kantor  bank konvensional yang memiliki cabang syari’ah. Unit ini berada dikantor pusat dan dipimpin oleh seorang direksi.
Secara umum jugas UUS mencakup :
1)      Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syari’ah .
2)  Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang syari’ah.
3)     Menyusun kaporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor cabang syari’ah.
4)     Melaksanakan tugas piñata usahaan laporan keuangan kantor-kantor cabang syari’ah.
4.      Pendekatan Fungsional
Pendekatan tradisional dalam menyusun organisasi bank adalah melalui pengintegrasian fungsi-fungsi , setuktur organisasi terbagi dalam tiga fungsi :
1)      Fungsi pembiayaan
2)      Fungsi opetasi
3)      Fungsi investasi
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibagi-bagi pada beberapa kegiatan
1.    Fungsi pembiayaan
Fungsi pembiayaan terbagi :
                   Pembiayaan piutang (debt financing) berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam, atau istishna’)atau sewa beli (ijarah),
                   Pembiayaan modal (equity financing) berdasarkan prinsip mudharabah (trustee financing) atau musyarakah (joint venture profit sharing).
2.    Fungsi operasi
Tellers , pembukaan rekening (opening new account), penerimaan simpanan (deposit), pemprosesan simpanan (deposit). Layanan yang berkaitan dengan simpanan  (deposit related services ) seperti pemindahbukuan, pengiriman uang (money transfer), inkaso (collections), pembayaran tagihan (bill paying), servis computer dan akuntansi, personalia dan sundries.


3.    Fungsi investasi
Pada bank kecil direktur utamanya yang menangani portofolio investasi sedang cash management ditangani oleh direktur operasi, karena berhubungan dengan pemeliharaan cadangan wajib (primary reserve).
Sedang pada bank yang lebih besar pengelolaan portopolio investasi  (secondary reserve) dan pengelolaan kas (primary reserve) dikonbinasikan dan dipusatkan dalam satu fungsi,

5.      Pendekatan pasar
Perbankan mengembangkan berbagai produk yang merupakan kombinasi dari beberapa kegiatan , untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan fee,produk dasar dari bank meliputi :
1.      Produk-produk pembiayaan (financing)
2.      Produk-produk operasional yaitu produk dana dan pemindahan dana (deposit related services) serta layanan lain (non deposit functions) seperti safekeeping dan data processing,
3.      Produk-produk investasi (sertipikat pasar uang, wali amanat)
         Produk-produk ini menghasilkan penciptaan paket-paket produk termasuk paket-paket layanan yang berkaitan dengan jasa keuangan (interrelated financial services) untuk menarik para investor.
6.      Fungsi Staf
         Disamping organisasi lini dapat juga dibentuk wadah yang menjalankan fungsi staf. Dalam organisasi bank juga terdapat beberapa komite, seperti komite anggaran (budget committee), komite kebijakan pembiayaan (committee of financing policy), komite pemutus pembiayaan (financing committee), komite asset & liabilitas atau Assets Liability Committee (ALCO), komite personalia  (personnel committee), komite-komite tersebut beranggotakan para pejabat senior dari berbagai bidang dan dipimpin olehn Direksi. Apabila keputusan telah diambil maka akan menjadi tugas dan tanggung jawab pejabar lini untuk melaksanakan.
7.      Dewan Komisaris
         Dewan komisaris berwewenang dan bertanggung jawab untuk memberikan persetujuan atas kebijakan pembiayaan dan rencana pembiayaan tahunan, termasuk pembiayaan kepada pihak-pihak terkait dan nasabah-nasabah besartertentu yang di tuangkan dalam rencana kerja bank.


8.      Direksi
         Direksi bertanggung jawab atas penyusunan kebijakan dan rencana pembiayaan yang dituangkan dalam rencana kerja bank, dan memastikan bahwa kebijakan itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah.

B. Sistem Operasional  Bank Islam
Sistem Operasional Bank Syariah.Sistem Operasional Bank SyariahPada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi:
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.

Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaanyang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.

b. Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.

Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah).
Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan m8anfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.

c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.

Prinsip utama operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatn operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa atas dana.
Dalam menjalankan operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan sitem imbalan atas dana yang digunakan atau ditipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah.
Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar prinsip Syariah merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga.

.  SISTEM PENGHIMPUNAN DANA
Metode penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a.         Sumber Dana
Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Disamping itu, sebagai bang syariah yang di tuntut untuk mempraktikan kaidah Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari (3) tiga jenis dana, yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham tersebut , dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem Wadi’ah, maupun yang diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah) serta dana zakat, infak, dan sadaqah.
·         Modal
Modal merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang disediakan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyawarah fi sahm asy-syariqah atau equity partcipation pada saham perseroan bank.
·         Dana titipan masyarakat.
·         Dana dari ZIS
Dana ini peruntukannya jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana untuk kepentingan komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan Amil Zakat (BAZ)
b.        Titipan (Al-Wadiah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:
1.      Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
·         Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.
·         Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya.
·         Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya (Fee) kepada yang menitipkan.
Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2.      Wadiah Yad Adh-Dhomah. Wadiah jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·         Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh penyimpan.
·         Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut menjadi hak dari penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik benda
Prinsip ini di aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di manfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad.
3.      Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan dibank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lander atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Secara garis besar mudharabbah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
·         Mudharabah Muthlaqah
Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain, mudharib di beri wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka.
·         Mudharabah Muqayyadah.
Pada jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha, tempat, dan waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam perbankan adalah special investment based on restricted mudharabah. Model ini dirasa sanagt cocok pada saat krisis dimana sektor perbankan mengalami kerugian meyeluruh. Dengan special investmen, investor tertentu tidak perlu menanggung over head bank yang terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan cost yang dihitung khusu pula.



SISTEM PENYALURAN DANA (Financing)
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Equity Financing
 Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam bentuk musyarakah.
·         Al-Mudharabah
Dari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana).
Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).
·         Al-Musyarakah
Yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut presentse yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional.
Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena jenis syarikat inilah yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. produk-produk yang dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang.
Di Indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan produk seperti ini, dan jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing), usaha atas dasr kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank juga tidak boleh memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak ini berbentuk kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada pembebanan jaminan menyebabkan kontrak menjadi fasad.

b.        Debt Financing.
Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah fadhal.

Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang dengan uang (sharf) dalam perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang, yang mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena itu dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.
1.         Barang dengan uang
Transaksi barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun sewa menyewa (ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:
      Ba’i Al-Murabahah
Skim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
a.         Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli.
b.         Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan.
c.         Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi.
d.        Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan Islam.
Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah:
a.       Penjual (ba’i)
b.      Pembeli (musytariy)
c.       Barang (mabi’)
d.      Sighat dalam bentuk ijab kabul.

      Ba’i Bithaman Ajil
Bagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluanproduktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):
a.         Al-Ijrah (operasional Lease)
Konsep ini secara etimologi berarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa teertentu (muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
·         Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
·         Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.
b.         Ijarah wa iqtina (finansial lease)
Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karenalebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

2.    Uang dengan Barang.
Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:
a.       Ba’i as-Salam (In-front Payment Sale)
Skim ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari. Di dalam masyarakat, skim ini lebih dikenal dengan jual beli pesanan atau inden. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak.
Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.
b.      Ba’i al-Istishna(istisna sale).
Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Dalam literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai lanjutan dari ba’i as-salam, sehinggaa ketentuan dan aturannya mengikuti akad ba’i as-salam. Adapun yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat kontraknya.
Pada ba’i as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli (thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.

3.     JASA LAYANAN PERBANKAN
1.    Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.
Dalam aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan dalam penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di Luar Negeri(L/C Ekspor).Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.

2.    Kafalah(Gauranty)
Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin)ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu:
·         Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee).
·         Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond).
·         Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond).
·         Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada saat jangka waktu habis.

3.    Hawalah (Transfer Service)
Hawalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal ‘alaih). Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut:
·         Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank.
·         Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
·         Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawala.
4.      Ju’alah
Jualah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.



5.      Rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan yang diterimanya. Barang yang dithan tersebut harus memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu pembiayaan/pinjaman.

6.      Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
Al-Qardh adalah pembelian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fikih klasik, ard dikategorikan dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Sedangkan aplikasinya dalam dunia perbankan syariah dapat berupa al-Qard al-Hasan sebagai bentuk sumbangsih kepada dunia usaha kecil. Di indonesia sendiri, dana untuk skim ini berasal dari dana Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (BAZIS). Pada prinsipnya qardhul hasan merupakan pinjaman dengan tujuan kebajikan, dimana peminjam hanya perlu membayar jumlah uang yang dipinjamkan tanpa membayar tambahan.



7.      Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya.

A.  Perkembangan Lembaga keuangan Bank Syariah
Lembaga keuangan  merupakan semua lembaga yang  bergerak dibidang keuangan, menarik uang dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kedalam masyarakat, ada dua lembaga keuangan, yaitu diantaranya ada lembaga keuangan bukan bang dan lembaga keuangan khusus. Lembaga keuangan bukan bank yaitu lembaga atau badan yang melakukan kegiatan dibidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya kedalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan. Sedangkan lembaga keuangan  khusus yaitu suatu lembaga atau adan usaha yang melakukan kegiatan menghimpun dana  dari masyarakat dengan mengeluarkan surat-surat berharga yang dilakukan oleh perbankan.
Lembaga keuangan Islam kontemporer yaitu suatu lembaga atau badan yang bergerak dibidang keuangan yang kegiatannya menarik uang atau dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kedalam masyarakat dengan menggunakan prinsip-prinsip Islam yang sudah dikombinasi berbagai macam sesuai dengan keadaan dimana perkembangan ekonomi di era kontemporer namun tetap berada dalam koridor Islam dan merujuk pada kitab-kitab fiqih klasik maupun kontemporer.
Lembaga keuangan Islam kontemporer itu diantaranya adalah perbankan syariah yang gencar sekali dibicarakan oleh kalangan pakar ekonomi sekarang ini, karena perbankan syariah merupakan solusi didalam runyamnya krisis ekonomi global yang sedang melanda Negara-negara eropa. Ekonomi syariah tidak bisa di pengaruhi oleh krisis tersebut, sebaliknya ia dapat stabil dan maju. Salah satu factor yang membuat ekonomi Syariah tidak terpengaruh dengan krisis tersebut antara lain adalah karena ekonomi syariah yang dalam hal ini perbankan syari’ah tidak menggunakan system bunga.
Lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara muslim sudah cukup banyak berkembang. Di Indonesia sendiri kita dapat melihat UU No.7 Tahun 1990 tentang perbankan, yang antara lain menyebutkan bahwa dimungkinkannya berdiri suatu bank dengan sistem bagi hasil, sehingga regulasi tersebut menjadi dasar berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank pertama di indonesia yang mererapkan sistem syariah. Kemudian, UU tersebut diamandemen dengan UU No.10 Tahun 1988 tentang Perbankan, yang berpeluang diterapkannya dual banking system dalam perbankan nasional ini. Sehingga UU tersebut telah mendorong dibukanya divisi syariah di sejumlah bank konvensional.
Lembaga-lembaga keuangan dengan berbasis syariah ternyata tidak hanya berkembang di negara yang masyarakatnya mayoritas muslim. Telah banyak berdiri beberapa bank syariah di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Kita dapat melihat Citibank yang telah mendirikan Citi Islamic Investment Bank. Begitu pula ABN Amro Bank dengan ABN Amro Global Islamic Financial Services dan Investment Bank ANZ Australia dengan First ANZ International Moderaba. Selain itu, Standart Chartered Bank dan Chase Manhattan Bank adalah contoh lembaga keuangan raksasa Internasional yang telah mulai menggarap perbankan syariah.

Mereka bukan hanya membidik nasabah muslim melainkan juga nonmuslim. Karena mereka telah mengetahui bahwa dengan menerapkan sistem syariah ini akan membawa masyarakat secara umum kepada kehidupan yang lebih baik dan memberikan profit yang lebih baik pula dalam jangka panjang kepada bank ataupun lembaga keuangan yang menerapkan sistem syariah pada kegiatannya.
Dengan perkembangan ekonomi syariah, kini telah banyak berdiri lembaga keuangan internasional yang berbasis syariah. Lembaga-lembaga ini pada awalnya hanya didirikan oleh negara-negara yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam. Namun, setelah melihat perkembangan yang cukup baik dari lembaga-lembaga keuangan berbasis syariah itu dan pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian dunia, maka negara-negara besar yang berideologi kapitalis ataupun sosialis tertarik dengan sistem syariah ini. Sehingga berdirilah lembaga-lembaga keuangan berbasis syariah di negara-negara yang berideologi kapitalis atau sosialis dan mendorong berdirinya lembaga keuangan syariah multilateral yang tidak hanya didirikan oleh kelompok negara-negara muslim saja.
B.    LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS SYARIAH
1.      Islamic Development Bank (IDB)
Lembaga keuangan dengan basis syariah ini berawal dari sebuah deklarasi dalam Konferensi Menteri Keuangan Negara Muslim di Jedah pada bulan Zulkaidah 1393 H (Desember 1973). Kemudian hal tersebut ditindaklanjuti pada sidang Gubernur Bank Sentral pada bulan Rajab 1395 H (Juli 1975) dan lembaga itu sendiri resmi lahir pada 15 Syawal 1395 H (20 Oktober 1975). Lembaga ini pada dasarnya bertujuan untuk menjadi suatu lembaga yang membantu pengembangan ekonomi dan sosial negara-negara muslim dan melakukan kerjasama dengan menggunakan prinsip syariah.
Lembaga ini berkantor pusat di Jedah, negara Kerjaan Saudi Arabia. Dua kantor regional didirikan di Rabat, Maroko, dan di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kegiatan sehari-hari, IDB dipimpin oleh seoarng Direktur Eksekutif. Salah satu orang yang pernah menduduki jabatan tersebut adalah Karnean Perwataatmadja yang berasal dari Indonesia. Fungsi dari lembaga ini antara lain memberikan bantuan modal dan kredit hibah untuk proyek-proyek produktif dan memberikan assisten finansial bagi perusahaan-perusahaan di negara muslim anggota IDB untuk pengembangan ekonomi dan sosial negara tersebut.
Lembaga ini juga mengalokasikan dana khusus untuk dana asistensi bagi pengembangan ekonomi dan sosial bagi komunitas Islam di negara yang bukan anggota IDB.
Saat ini anggota IDB berjumlah 54 negara. Negara-negara anggota menyisihkan sejumlah dana untuk IDB yang nantinya dana tersebut akan digunakan untuk program-program pengembangan ekonomi dan sosial di negara muslim tersebut. Pada anggota juga otomatis akan menjadi anggota Organisasi Konferenasi Islam (OKI) dan dalam kondisi tertentu akan menjadi anggota Dewan Gubernur IDB.
Hingga akhir tahun 1412 H (Juni 1992), dana IDB sebesar 2 Miliar Islamic Dinars. Namun, sejak Muharram 1413 H, atas kesepakatan Dewan Gubernur IDB, dana atau modal IDB itu diperbesar menjadi 6 Miliar Islamic Dinars, yang terdiri dari 600 ribu saham dengan nilai pari per lembar saham 10 ribu Islamic Dinars. Nilai Islamic Dinars sama dengan SDR (Special Drawing Right) yang digunakan IMF.
2.      Islamic Financial Services Board (IFSB)
Di sela-sela sidang tahunan IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April 2002, telah disepakati akan dibentuk satu institusi keuangan islam internasional. Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, pada tanggal 4 November 2002, delapan Gubernur Bank Sentral dari delapan negara Islam, ditambah dengan Presiden IDB, telah menandatangani pendirian Islamic Financial Services Board (IFSB) di Kuala Lumpur, Malaysia. Lembaga itu langsung dipimpin oleh seorang bankir senior yang berasal dari Sudan, Prof. Rifaat Ahmed Abdel Kari, Ph.D.
Lembaga multilateral yang akan memayungi lembaga keuangan syariah di dunia itu, didirikan oleh Bank Sentral dan otoritas moneter dari Indonesia, Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, dan Islamic Development Bank (IDB).
Kelahiran IFSB bukan gagasan liar yang muncul secara spontan dalam sidang tahunan IMF tersebut. Tapi, gagasan ini sudah dirintis sejak lama dan embrionya tumbuh pada Consultative Meeting for Islamic Financial Products, di Praha, Ceko, 23 September 2000. Dari situlah komitmen negara-negara pendiri semakin kuat hingga dibentuk Technical Committee untuk mewujudkan lembaga tersebut. Setelah melalui sejumlah pertemuan penting, akhirnya terwujud juga pada tahun 2002.
Bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah dunia, kehadiran IFSB ini memiliki arti sangat penting. Karena kini terdapat sekitar 200 lembaga perbankan Islam yang sedang tumbuh di 48 negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset sekitar $ 170 miliar.
IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan, pengaturan, dan penerapan syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah di seluruh Indonesia. IFSB juga akan menjadi penguhubung sekaligus menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan standar di bidang moneter dan stabilitas ekonomi. Di antara hal yang akan dilakukan, yang cukup penting adalah penyusunan standar operasional yang selaras dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap persiapan akhir bagi pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for International Settlements (BIS) di Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International Settlement (BIS).
Bagi Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk menstandarisasi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah di negeri ini sehingga standar operasi dan produknya sama secara internasional. Selain itu, melalui lembaga tersebut akan dapat dijalin kerja sama antar lembaga keuangan syariah di dunia.
3.       International Isntitute of Islamic Thought (IIIT)
International Institute of Islamic Thought (IIIT) adalah sebuah lembaga nonprofit, lembaga pendidikan dan budaya, yang fokus terhadap gagasan-gagasan ke-Islaman secara umum. Lembaga ini berdiri di Amerika Serikat pada 1981 atau 1401 H. Lembaga yang memiliki berbagai cabang di dunia ini, berkantor pusat di Herndon, Virginia.Lembaga ini memiliki visi mengembangkan umat melalui pendidikan, budaya, dan mengintegrasikan, pengetahuan Islam dengan kemanusiaan dan etika Islam dengan moral pengetahuan.
Seiring dengan pengembangan ekonomi syariah, IIIT juga turut berperan mengembangkan konsep, mensosialisasikan, dan menstandarisasikan ekonomi syariah. Salah satu program standarisasi ekonomi syariah adalah, The Registered Fellow in Islamic Finance (RFIF) yang merupakan sertifikasi keahlian keuangan syariah yang berskala internasional. Untuk menstandarisasi keahlian ini di Indonesia bekerja sama dengan Karim Business Consulting.
4.      Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI)
Lembaga ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem akunting dan audit keuangan lembaga-lembaga ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan di dunia. Lembaga ini berkantor pusat di London, Inggris, dan diakui oleh negara-negara yang memiliki lembaga keuangan syariah sebagai benchmark akuntansi dan audit keuangan syariah.Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Bahrain Monetery Agency. AAOIFI memiliki misi untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang transparan, berkesinambungan, dan bersih.
Sejumlah standar akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi dasar bagi lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Standar Akuntansi Perbankan Syariah yang baru-baru ini disahkan Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan akuntansi perbankan yang merujuk pada standar AAOIFI.
C.      LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
1.    Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Usnit Usaha Bank Konvensional
BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara itu, BPRS adalah benk syariah yang melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Berdasarkan UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa bank konvensional yang hendak melaksanakan usaha syariah harus membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) yang khusus beroperasi dengan menggunakan sistem syariah.
2.      Baitulmal wat Tamwil
Atau disebut juga dengan “Koperasi Syariah”, merupakan lembaga keuangan syariah yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana kepada anggotanya dan biasanya beroperasi dalam skala mikro.
3.       Asuransi Syariah
Asuransi syariah memiliki kaitan erat dengan bank syariah. Berbagai pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah umumnya diasuransika dengan menggunakan skema syariah. Praktik asuransi ini dilakukan oleh bank syariah untuk mengantisipasi kegagalan bayar pembiayaan nasabah karena faktor meninggalnya nasabah maupun faktor lainnya yang disepakati dalam asuransi.
4.        Pasar Modal Syariahreksa Dana Syariah
Merupakan tempat perusahaan menerbitkan surat berharga, baik berupa saham maupun obligasi, agar memperoleh dana dari investor. Sejauh ini, untuk menyalurkan kelebihan likuiditasnya dipasar modal, bank syariah diizinkan sebatas pada pembelian obligasi syariah atau biasa disebut dengan Sukuk.
5.         Reksa Dana Syariah
Merupakan perusahaan sekuritas yang khusus memfasilitasi investor untuk menginvestasikan dananya pada surat berharga yang memenuhi kriteria syariah. Kerja sama dengan reksa dana syariah juga dijalin oleh bank syariah ketika hendak mengeluarkan saham atau obligasi di pasar modal guna mendapatkan dana dari masyarakat.
6.          Ar-Rahnu
Atau “Pegadaian Syariah” merupakan lembaga pegadaian yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah.
7.             Lembaga Amil Zakatdan Badan Amil Zakat
Merupakan lembaga amil zakat yang diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia. LAZ didirikan oleh masyarakat, sedangkan BAZ didirikan oleh pemerintah. Berdasarkan UU Perbankan Syariah, bank syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga Baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) ataupun dana sosial lainnya untuk disalurkan kepada pengelola zakat.

D. INSTITUSI PENDUKUNG PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
1.     Bank Indonesia
Bank Indonesia merupaka regulator bagi perkembangan seluruh bank umum dan BPR di Indonesia, termasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator, BI telah mengupayakan adanya payung hukum bagi berkembangnya bank syariah di Indonesia, yaitu dengan memasukkannya istilah prinsip syariah dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan.
Secara khusus, BI membuat Cetak Biru Perbankan Syariah yang dijadikan acuan pengembangan bank syariah dari tahun 2003 hingga 2011. Pada pertengahan tahun 2008, pengaturan Bank Syariah dimuat dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU No. 21 Th 2008 tentang Perbankan Syariah
2.      Dewan Syariah Nasional-MUI dan Dewan Pengawas Syariah
Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari MUI yang memuat fatwa terkait produk keuangan syariah. DSN memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
·         Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
·         Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
·         Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
·         Mengawasi penerapan fatwanyang telah diterapkan
Adapun DPS adalah badan terafiliasi yang ditempatkan oleh DSN dalam setiap lembaga keuangan syariah. DPS dalam menjalankan tugasnya wajib mengikuti fatwa DSN. Tugas dan wewenang DPS, adalah:
·         Melakukan pengawasan secara periodik terhadap lembaga keuangan syariah yang berada dibawah pengawasannya.
·         Mengajukan usulan pengembangan lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN.
·         Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
·         Komite Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (KAS-IAI)
KAS merupakan komite yang dibentuk IAI untuk merumuskan standar akuntansi syariah, yang dibentuk sejak Oktober 2005. KAS sampai akhir tahun 2006 telah menghasilkan konsep Bangun Prinsip Keuangan Syariah, serta 6 exposure draf PSAK Syariah. Draf yang telah dihasilkan KAS-IAI selanjutnya disahkan oleh DSAK pada tahun 2007.
Islam atau kalau di negeri kita lebih dikenal dengan bank syari’ah ialah bank yang dalam operasinya tidak digunakan perangkat bunga yang dilakukan bank pada umumnya mengandung unsur riba. Bank Syari’ah menerapkan sistem bagi-hasil baik terhadap simpanan berupa tabungan dan deposito maupun terhadap pemberian pembiayaan investasi dan modal kerja.