Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank
Syariah Serta Kegiatan Sistem Oprasional Bank Syariah.
A.
Organisasi dan Mekanisme Kerja Bank Syariah
a. Asas dan Tujuan
Bank Syariah
Dalam pasal 1 undang-undang No. 21 tahun
2008 definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Bank terdiri dari dua jenis yaitu bank konvesional dan bank
syariah.Bank konvesional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara
konvensional, yang terdiri atas bank umum konvensional dan bank pengkreditan
rakyat (BPR) sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank umum syariah (BUS)
dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Prinsip syariah adalah prinsip hokum
islam dalam kegiatan perbankan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penerapan fatwa di bidang syariah. BUS adalah bank
syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran sedangkan
BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Unit usaha syariah (UUS) adalah unit kerja
dari kantor pusat.
Bank umum konfensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja dikantor cabang dari suatu bank
yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dan kantor cabang pembantu
dan/atau unit syariah.
Terkait dengan asas operasional bank
syariah berdasarkan pasal 2 UU No.21 tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan
syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi
ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Sedangkan tujuan bank syariah berdasarkan
pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
b. Karakteristik Bank
Syariah
Bank
Syariah beroperasi atas dasar prinsip bagi hasil (profit sharing) hal ini
merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank islam
secara keseluruhan. Bank syariah adalah bank yang beazaskan antara lain azas
kemitraan, azas keadilan, azas transparansi dan azas universal. Serta melakukan
usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan
implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik anatara lain
sebagai berikut :
a.
Pelarangan riba dalam berbagai bentuk
b.
Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money)
c.
Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
d.
Tidak di perkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
e.
Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang
f.
Tidak di perkenankan dua transaksi dalam satu akad
c. Fungsi Bank Syariah
Berdasarkan pasal 4 UU No 21 Tahun 2008
tentang perbankan syariah, disebutkan bahwa Bank Syariah wajib menjalankan
fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah juga dapat
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya
(antara lain denda terhadap nasabah atau ta’azir) dan menyalurkannya kepada
organisasi pengelola zakat
Dalam beberapa literatur perbankan syariah
dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non – riba memiliki
setidaaknya ada empat fungsi, yaitu :
1. Fungsi
Manajemen Investasi
Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak
sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana
tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana
yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara
bank syariah dan pemilik dana.
2. Fungsi
Investor
Dalam penyaluran dana , bank syariah
berfungsi sebagai investor (pemiliik dana). Sebagai investor, penanaman dana
yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor – sektor yang
produktif dengan resiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.
Selain itu dalam menginvestasikan dana bank syariah harus menggunakan alat
investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah
meliputii akad jual beli (murabahah, salam, dan istishna), akad investasi
(mudharabah dan musyarakah), akad sewa – menyewa (ijarah dan iijarah muntahiya
bittaamlik), dan akad lainnya yang diperbolehkan oleh syariah.
3. Fungsi
Sosial
Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu
yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrumen yang digunakan
oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu:
a.
Instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan wakaf (ZISWAF)
Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun
ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik
para insvestor , dana yang dihimpun melalui instrumen ZISWAF selanjutnya
akan disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau hibah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya
b. Instrumen
Qardhul Hasan
c. Instrumen
Qardhul Hasan berfungsii menghimpun dana dan penerimaan yangg tidak memenuhi
kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya
secara spesifik oleh pemberi. Selajutnya dana Instrumen Qardhul Hasan
Disalurkan untuk :
a. Pengadaan atau
perbaikan kualitas fasilitas sosial dan fasilitas umum masyarakat (terutama
bagi dana yang berasal dari penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal)
b. Sumbangan atau
hibah kepada yang berhak
c. Pinjaman
tanpa bunga yang diprioritaskan pada masyarakat golongan ekonomi lemah, tetapi
memiliki potensi dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
4. Fungsi
Jasa Keuangan
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh
bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan
layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of quarantee, letter
of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan
keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah harus tetap menggunakan skema
yang sesuai dengan prinsip syariah.
1. Organisasi Bank Syari’ah
Perbankan syari’ah di Indonesia saat ini
telah memasuki periode perkembangan yang ditandai dengan bank-bank syari’ah
baru. Hal ini dimungkinkan dengan adanya landasan hukum yang jelas yaitu
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang mengubah Undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan serta peraturan-peraturan pelaksanaanya. Berdasarkan
undang-undang perbankan yang baru, sistem perbankan di Indonesia terdiri dari
bank umum konvensional dan bank umum syariah. Selain itu undang-undang yang
baru ini memungkinkan pengembangan bank syari’ah melalui pendirian bank
syari’ah baru, perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syari’ah
dan pelaksanaan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syari’ah oleh bank
konvensional.
Organisasi hanya merupakan alat dan wadah
dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam melakukan aktivitas-aktivitas
untuk mencapai tujuan. Jika organisasi baik dan benar, tujuan yang optimal
relatif akan lebih mudah dicapai. Organisasi yang baik, efektif, dan sesuai
dengan kebutuhan bank adalah pengorganisasian (organizing) yang dilakukan
secara baik oleh organisator.
Organisasi bank yang terbaik menurut pendapat
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan adalah yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
1. Organisasi Lini dan Staf merupakan
organisasi yang paling luwes karena sumber perintah dan tanggung jawab jelas,
serta garis perintah dan tanggung jawabnya melalui jalur vertikal terpendek.
Dalam pengambilan keputusan, manajer lini mendapat bantuan informasi dan
saran-saran dari para stafnya sehingga keputusan yang diambil relatif lebih
baik.
2. Pendepartemenan hendaknya didasarkan atas
proses produksi (aktivitas) agar hubungan pekerjaan vertikal dan horizontal
serasi terintegrasi, serta kontrol internal (check and recheck) antar bagian
berlangsung baik.
3. Struktur organisasi hendaknya berbentuk
segitiga vertikal supaya pembagian pekerjaan, hubungan pekerjaan, jabatan
karyawan jelas.
4. Job description setiap karyawan harus ditetapkan
secara jelas untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pekerjaan.
5. Adanya desentralization authority
(pelimpahan kewenangan) kepada para karyawan agar pelaksanaan pekerjaan dan
pelayanan nasabah dapat ditingkatkan karena birokratisme berkurang.
6.
Penempatan karyawan harus didasarkan pada prinsip the right man on the
right place sehingga ada keefektifan organisasi.
7. Rentang kendali untuk setiap bagian harus
berdasarkan kemampuan pimpinan dan volume pekerjaan yang akan dikerjakan,
biasanya berkisar tiga hingga sembilan orang.
8. Organisasi bank harus dibagi atas Front
Office (customer service) dan Back Office sehingga pelayanan nasabah lebih baik
dan lebih cepat.
Untuk memenuhi tuntutan kerja bank Syariah yang
efektif, efisien, berintegritas tinggi, dan melakukan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip kehati-hatian diharapkan manajemen bank Syariah memiliki
kewenangan dan diberi fungsi yang tegas dan pasti, agar dapat menjamin
terselenggaranya kinerja perbankan Syariah yang menjunjung tinggi nilai
kejujuran, transparan dan memberikan pendidikan kepada masyarakat, menjaga
kehati-hatian dan kejujuran, dan profesional.
Untuk menunjang kinerja tersebut, selain
memiliki struktur organisasi internal seperti itu, diperlukan juga adanya
institusi pendukung seperti: auditor Syariah, pasar keuangan Syariah, forum
komunikasi pengembangan perbankan Syariah, lembaga penjamin pembiayaan Syariah,
pusat informasi keuangan Syariah, dan lembaga yang menangani sekuritisasi aset
bagi bank Syariah yang menginginkan peningkatan likuiditasnya
2.
Mekanisme Kerja Bank Syari’ah
Gambar : Alur mekanisme Sistem Operasional
Bank Syariah
|
1. Dewan Pengawas Syari’ah
Dewan pengawas syariah (DPS) adalah suatu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syari’ah Nasional (DSN) pada bank . anggota DPS harus
terdiri dari pakar-pakar dibibang syari’ah muamalah serta memiliki pengetahuan
tentang perbankan.
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak
menyimpangdari ketentuan dan prinsip syari’ah.
Selain itu DPS juga mempunyai fungsi :
1) Sebagai penasehat dan
pemberi saran bagi direksi.
2) Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam
mengkomunikasikan dan usul pengembangan produk dan jasadari bank.
3) Sebagai perwakilan DSN
yang ditempatkan pada bank, DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta
perkembangan bank syari’ah.
2. Dewan Nasional
Syari’ah
Dewan Nasional Syari’ah (DSN) merupakan bagian dari mejlis Ulama
Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syari’ahdalam
kegiatan perekonomian pada umumnyaDSN juga mempunyai wewenang :
1) Memberikan atau mencabut
rekomendasi nama-nama yang akan duduk di anggota DPS .
2) Mengeluarkan fatwa yang
mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syari’ah .
3) Mengeluarkan fatwa yang
menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang,
seperti bank Indonesia dan Badan Pengawasan Pasar Modal.
4) Memberikan peringatan
kepada lembaga keuangan syari’ah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa
yang telah dikeluarkan.
3. Unit Usaha Syari’ah
Unit usaha syariah ialah suatu unit kerja khusus untuk kantor bank konvensional yang memiliki cabang
syari’ah. Unit ini berada dikantor pusat dan dipimpin oleh seorang direksi.
Secara umum jugas UUS mencakup :
1) Mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syari’ah .
2) Melaksanakan fungsi
treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari
kantor-kantor cabang syari’ah.
3) Menyusun kaporan keuangan konsolidasi dari
seluruh kantor-kantor cabang syari’ah.
4) Melaksanakan tugas
piñata usahaan laporan keuangan kantor-kantor cabang syari’ah.
4. Pendekatan Fungsional
Pendekatan tradisional dalam menyusun organisasi bank adalah
melalui pengintegrasian fungsi-fungsi , setuktur organisasi terbagi dalam tiga
fungsi :
1) Fungsi pembiayaan
2) Fungsi opetasi
3) Fungsi investasi
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibagi-bagi pada beberapa kegiatan
1. Fungsi pembiayaan
Fungsi pembiayaan terbagi :
Pembiayaan
piutang (debt financing) berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam, atau
istishna’)atau sewa beli (ijarah),
Pembiayaan
modal (equity financing) berdasarkan prinsip mudharabah (trustee financing)
atau musyarakah (joint venture profit sharing).
2. Fungsi operasi
Tellers , pembukaan rekening (opening new account), penerimaan
simpanan (deposit), pemprosesan simpanan (deposit). Layanan yang berkaitan
dengan simpanan (deposit related
services ) seperti pemindahbukuan, pengiriman uang (money transfer), inkaso
(collections), pembayaran tagihan (bill paying), servis computer dan akuntansi,
personalia dan sundries.
3. Fungsi investasi
Pada bank kecil direktur utamanya yang menangani portofolio
investasi sedang cash management ditangani oleh direktur operasi, karena
berhubungan dengan pemeliharaan cadangan wajib (primary reserve).
Sedang pada bank yang lebih besar pengelolaan portopolio
investasi (secondary reserve) dan
pengelolaan kas (primary reserve) dikonbinasikan dan dipusatkan dalam satu
fungsi,
5. Pendekatan pasar
Perbankan mengembangkan berbagai produk yang merupakan kombinasi
dari beberapa kegiatan , untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan fee,produk
dasar dari bank meliputi :
1. Produk-produk
pembiayaan (financing)
2. Produk-produk
operasional yaitu produk dana dan pemindahan dana (deposit related services)
serta layanan lain (non deposit functions) seperti safekeeping dan data
processing,
3. Produk-produk
investasi (sertipikat pasar uang, wali amanat)
Produk-produk ini
menghasilkan penciptaan paket-paket produk termasuk paket-paket layanan yang
berkaitan dengan jasa keuangan (interrelated financial services) untuk menarik
para investor.
6. Fungsi Staf
Disamping organisasi
lini dapat juga dibentuk wadah yang menjalankan fungsi staf. Dalam organisasi
bank juga terdapat beberapa komite, seperti komite anggaran (budget committee),
komite kebijakan pembiayaan (committee of financing policy), komite pemutus
pembiayaan (financing committee), komite asset & liabilitas atau Assets
Liability Committee (ALCO), komite personalia
(personnel committee), komite-komite tersebut beranggotakan para pejabat
senior dari berbagai bidang dan dipimpin olehn Direksi. Apabila keputusan telah
diambil maka akan menjadi tugas dan tanggung jawab pejabar lini untuk
melaksanakan.
7. Dewan Komisaris
Dewan komisaris
berwewenang dan bertanggung jawab untuk memberikan persetujuan atas kebijakan
pembiayaan dan rencana pembiayaan tahunan, termasuk pembiayaan kepada
pihak-pihak terkait dan nasabah-nasabah besartertentu yang di tuangkan dalam
rencana kerja bank.
8. Direksi
Direksi bertanggung
jawab atas penyusunan kebijakan dan rencana pembiayaan yang dituangkan dalam
rencana kerja bank, dan memastikan bahwa kebijakan itu tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syari’ah.
B. Sistem Operasional Bank Islam
Sistem
Operasional Bank Syariah.Sistem Operasional Bank SyariahPada sistem operasi
bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif
mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana
nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya
modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem
operasional tersebut meliputi:
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada
bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan
bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi,
cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana
disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan
deposito.
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank
syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk
penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana
bank syariah terdiri atas:
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh
para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah,
perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed
asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal
yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaanyang berasal
dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada
pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang saham
dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm
asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.
b. Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank
syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad
yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan
dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai
penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi
adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul
maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana
sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung
aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah
lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana di bank syariah
dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
Prinsip jual beli ini dikembangkan
menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah).
Transaksi ijarah dilandasi adanya
pemindahan m8anfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual
beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli
obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan
untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan
jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Prinsip bagi hasil untuk produk
pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan
mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah,
rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.
Prinsip utama operasional bank
berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al Qur’an
dan Al Hadist. Kegiatn operasional bank harus memperhatikan perintah dan
larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan
bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan
bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya
terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa atas dana.
Dalam
menjalankan operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak menggunakan
sistem bunga dalam menentukan sitem imbalan atas dana yang digunakan atau
ditipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan
maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai
dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat
bahwa sistem bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran
terhadap prinsip syariah.
Dalam
hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan
terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar prinsip Syariah
merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang
tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga.
.
SISTEM PENGHIMPUNAN DANA
Metode
penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang
diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga
Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu,
produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu
berupa giro, tabungan, dan deposito.
Berbeda
dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam
menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat
dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a. Sumber Dana
Sebagai
salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana masyarakat, bank syariah
harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat.
Disamping itu, sebagai bang syariah yang di tuntut untuk mempraktikan kaidah
Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan
transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Sumber
dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari (3) tiga jenis dana,
yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham
tersebut , dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem
Wadi’ah, maupun yang diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi
khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah)
serta dana zakat, infak, dan sadaqah.
·
Modal
Modal
merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang disediakan oleh pemilik
yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang
disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal
pemegang saham dapat dilakukan melalui musyawarah fi sahm asy-syariqah atau
equity partcipation pada saham perseroan bank.
·
Dana titipan masyarakat.
·
Dana dari ZIS
Dana ini
peruntukannya jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana
untuk kepentingan komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana
untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama
dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan
perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan
Amil Zakat (BAZ)
b. Titipan (Al-Wadiah)
Salah
satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah
Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil
jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:
1. Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
·
Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan
oleh penerima titipan.
·
Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah
yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa
mengambil manfaatnya.
·
Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan
biaya (Fee) kepada yang menitipkan.
Adapun
bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2. Wadiah Yad Adh-Dhomah. Wadiah jenis ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·
Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan
oleh penyimpan.
·
Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil
tersebut menjadi hak dari penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk
memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik benda
Prinsip
ini di aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan
disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di
manfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari
kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad.
3. Investasi (Mudharabah)
Akad yang
sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah yang mempunyai tujuan
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib),
dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan dibank syariah berperan
sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank.
Dengan demikian deposan bukanlah lander atau kreditor bagi bank seperti halnya
pada bank konvensional. Secara garis besar mudharabbah terbagi menjadi dua
jenis, yaitu:
·
Mudharabah Muthlaqah
Dalam
prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul maal tidak
memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata
lain, mudharib di beri wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat,
jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan
akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka.
·
Mudharabah Muqayyadah.
Pada
jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya.
Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha,
tempat, dan waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam perbankan adalah special
investment based on restricted mudharabah. Model ini dirasa sanagt cocok pada
saat krisis dimana sektor perbankan mengalami kerugian meyeluruh. Dengan
special investmen, investor tertentu tidak perlu menanggung over head bank yang
terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan
cost yang dihitung khusu pula.
SISTEM PENYALURAN DANA (Financing)
Bank
syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis
kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas
dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat
dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Equity Financing
Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim
mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam bentuk musyarakah.
·
Al-Mudharabah
Dari segi
konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah
yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit
nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit
nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal
dan bank sebagai mudharib (pengelola dana).
Sedangkan
pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha
bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu
tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang
disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut
beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.
Dalam
pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral
(jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja
sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain,
masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga
beban risikonya (full investment).
·
Al-Musyarakah
Yang
dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan
menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang
disepakati. Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan
pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut
dibagi menurut presentse yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut
mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh
pemegang saham secara proporsional.
Bank
syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena
jenis syarikat inilah yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini.
produk-produk yang dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam,
diantaranya modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu
perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham
perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra
untuk jangka panjang.
Di
Indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan produk seperti ini, dan
jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing),
usaha atas dasr kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank
juga tidak boleh memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral,
karena kontrak ini berbentuk kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada
pembebanan jaminan menyebabkan kontrak menjadi fasad.
b.
Debt Financing.
Debt
Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara
barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang
dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan
pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah
fadhal.
Sedangkan
pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di khawatirkan dapat
menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang dengan uang (sharf) dalam
perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang, yang
mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena itu
dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu
pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.
1. Barang dengan uang
Transaksi
barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (ba’i) atau pun
sewa menyewa (ujrah). Yang termasuk skim jual beli adalah:
• Ba’i Al-Murabahah
Skim ini
adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati, dalam ba’i Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih
harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari
harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada
waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan
menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam.
Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah
ditetapkan.
Adapun
syarat-syarat tersebut adalah:
a. Pembeli hendaklah betul-betul
mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli.
b. Penjual dan pembeli hendaklah setuju
dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun
paksaan.
c. Barang yang dijualbelikan bukanlah
barang barang ribawi.
d. Sekiranya barang tersebut telah dibeli
dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan
Islam.
Sedangkan
rukun jual beli murabahah adalah:
a. Penjual (ba’i)
b. Pembeli (musytariy)
c. Barang (mabi’)
d. Sighat dalam bentuk ijab kabul.
• Ba’i Bithaman Ajil
Bagi
orang yang membutuhkan biaya untuk keperluanproduktif ataupun konsumtif, ia
dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini
memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang
ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).Sedangkan yang termasuk skim
sewa-menyewa (ujrah):
a. Al-Ijrah (operasional Lease)
Konsep
ini secara etimologi berarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan
dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep
ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli
adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa teertentu
(muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk
produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah:
·
Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan
penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah.
·
Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh
nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang
dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah
pihak.
b. Ijarah wa iqtina (finansial lease)
Skim ini
merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan
hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan
karenalebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan
untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
2. Uang dengan Barang.
Pertukaran
ini dapat dilakukan dengan skim:
a. Ba’i as-Salam (In-front Payment Sale)
Skim ini
secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda,
atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan
pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.
Di dalam masyarakat, skim ini lebih dikenal dengan jual beli pesanan atau
inden. Dalam transaksi ba’i as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau
spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak.
Dalam
teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah
dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati
bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang
melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.
b. Ba’i al-Istishna(istisna sale).
Skim ini
adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di
mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan
kriteria yang jelas. Dalam literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai
lanjutan dari ba’i as-salam, sehinggaa ketentuan dan aturannya mengikuti akad
ba’i as-salam. Adapun yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode
pembayaran sifat kontraknya.
Pada ba’i
as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana tidak dilakukan secara
lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima pada termin waktu
tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli
(thabi’i) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat
mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan
begitu saja oleh konsumen.
3.
JASA LAYANAN PERBANKAN
1.
Al-Wakalah (Deputyship)
Adalah
akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan
kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.
Dalam
aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan dalam
penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam
negeri dari bank di Luar Negeri(L/C Ekspor).Wakalah juga diterapkan untuk
mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.
2.
Kafalah(Gauranty)
Menurut
Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang
(penjamin)ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam
pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan
garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu:
·
Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si
penjamin (personal guarantee).
·
Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang.
Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance
Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond).
·
Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi
oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan
untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid
Bond).
·
Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang
sewa pada saat jangka waktu habis.
3.
Hawalah (Transfer Service)
Hawalah
akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini
ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang
memberi utang(muhal atau da’iin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal
‘alaih). Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut:
·
Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki
piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank.
·
Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa
membayar terlebih dahulu piutang tersebut.
·
Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan
konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee
yang tidak dikenal pada hawala.
4.
Ju’alah
Jualah
adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada
pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas/pelayanan yang dilakukan oleh pihak
kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank
dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti
referensi bank, informasi usaha dan lain sebagainya.
5.
Rahn
Rahn
adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan yang
diterimanya. Barang yang dithan tersebut harus memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Aplikasinya dapat berupa lembaga
gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral atas suatu
pembiayaan/pinjaman.
6.
Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
Al-Qardh
adalah pembelian harta kepada orang lain yang dapat ditagih kembali atau dengan
kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fikih klasik,
ard dikategorikan dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan
transaksi komersial. Sedangkan aplikasinya dalam dunia perbankan syariah dapat
berupa al-Qard al-Hasan sebagai bentuk sumbangsih kepada dunia usaha kecil. Di
indonesia sendiri, dana untuk skim ini berasal dari dana Badan Amil Zakat,
Infaq dan Sedekah (BAZIS). Pada prinsipnya qardhul hasan merupakan pinjaman
dengan tujuan kebajikan, dimana peminjam hanya perlu membayar jumlah uang yang
dipinjamkan tanpa membayar tambahan.
7.
Sharf
Sharf
adalah transaksi pertukaran antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang
yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing
dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya.
A.
Perkembangan Lembaga keuangan Bank Syariah
Lembaga
keuangan merupakan semua lembaga
yang bergerak dibidang keuangan, menarik
uang dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kedalam masyarakat, ada dua
lembaga keuangan, yaitu diantaranya ada lembaga keuangan bukan bang dan lembaga
keuangan khusus. Lembaga keuangan bukan bank yaitu lembaga atau badan yang
melakukan kegiatan dibidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung
menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya
kedalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan. Sedangkan
lembaga keuangan khusus yaitu suatu
lembaga atau adan usaha yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dengan mengeluarkan
surat-surat berharga yang dilakukan oleh perbankan.
Lembaga
keuangan Islam kontemporer yaitu suatu lembaga atau badan yang bergerak
dibidang keuangan yang kegiatannya menarik uang atau dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kedalam masyarakat dengan menggunakan prinsip-prinsip
Islam yang sudah dikombinasi berbagai macam sesuai dengan keadaan dimana
perkembangan ekonomi di era kontemporer namun tetap berada dalam koridor Islam
dan merujuk pada kitab-kitab fiqih klasik maupun kontemporer.
Lembaga
keuangan Islam kontemporer itu diantaranya adalah perbankan syariah yang gencar
sekali dibicarakan oleh kalangan pakar ekonomi sekarang ini, karena perbankan
syariah merupakan solusi didalam runyamnya krisis ekonomi global yang sedang
melanda Negara-negara eropa. Ekonomi syariah tidak bisa di pengaruhi oleh
krisis tersebut, sebaliknya ia dapat stabil dan maju. Salah satu factor yang
membuat ekonomi Syariah tidak terpengaruh dengan krisis tersebut antara lain
adalah karena ekonomi syariah yang dalam hal ini perbankan syari’ah tidak
menggunakan system bunga.
Lembaga
keuangan syariah yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara muslim sudah
cukup banyak berkembang. Di Indonesia sendiri kita dapat melihat UU No.7 Tahun
1990 tentang perbankan, yang antara lain menyebutkan bahwa dimungkinkannya
berdiri suatu bank dengan sistem bagi hasil, sehingga regulasi tersebut menjadi
dasar berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank pertama di indonesia yang
mererapkan sistem syariah. Kemudian, UU tersebut diamandemen dengan UU No.10
Tahun 1988 tentang Perbankan, yang berpeluang diterapkannya dual banking system
dalam perbankan nasional ini. Sehingga UU tersebut telah mendorong dibukanya
divisi syariah di sejumlah bank konvensional.
Lembaga-lembaga
keuangan dengan berbasis syariah ternyata tidak hanya berkembang di negara yang
masyarakatnya mayoritas muslim. Telah banyak berdiri beberapa bank syariah di
negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Kita dapat melihat Citibank yang telah
mendirikan Citi Islamic Investment Bank. Begitu pula ABN Amro Bank dengan ABN
Amro Global Islamic Financial Services dan Investment Bank ANZ Australia dengan
First ANZ International Moderaba. Selain itu, Standart Chartered Bank dan Chase
Manhattan Bank adalah contoh lembaga keuangan raksasa Internasional yang telah
mulai menggarap perbankan syariah.
Mereka
bukan hanya membidik nasabah muslim melainkan juga nonmuslim. Karena mereka
telah mengetahui bahwa dengan menerapkan sistem syariah ini akan membawa
masyarakat secara umum kepada kehidupan yang lebih baik dan memberikan profit
yang lebih baik pula dalam jangka panjang kepada bank ataupun lembaga keuangan
yang menerapkan sistem syariah pada kegiatannya.
Dengan
perkembangan ekonomi syariah, kini telah banyak berdiri lembaga keuangan
internasional yang berbasis syariah. Lembaga-lembaga ini pada awalnya hanya
didirikan oleh negara-negara yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam.
Namun, setelah melihat perkembangan yang cukup baik dari lembaga-lembaga
keuangan berbasis syariah itu dan pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian
dunia, maka negara-negara besar yang berideologi kapitalis ataupun sosialis
tertarik dengan sistem syariah ini. Sehingga berdirilah lembaga-lembaga
keuangan berbasis syariah di negara-negara yang berideologi kapitalis atau
sosialis dan mendorong berdirinya lembaga keuangan syariah multilateral yang
tidak hanya didirikan oleh kelompok negara-negara muslim saja.
B.
LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN BERBASIS SYARIAH
1.
Islamic Development Bank (IDB)
Lembaga
keuangan dengan basis syariah ini berawal dari sebuah deklarasi dalam
Konferensi Menteri Keuangan Negara Muslim di Jedah pada bulan Zulkaidah 1393 H
(Desember 1973). Kemudian hal tersebut ditindaklanjuti pada sidang Gubernur
Bank Sentral pada bulan Rajab 1395 H (Juli 1975) dan lembaga itu sendiri resmi
lahir pada 15 Syawal 1395 H (20 Oktober 1975). Lembaga ini pada dasarnya
bertujuan untuk menjadi suatu lembaga yang membantu pengembangan ekonomi dan
sosial negara-negara muslim dan melakukan kerjasama dengan menggunakan prinsip
syariah.
Lembaga
ini berkantor pusat di Jedah, negara Kerjaan Saudi Arabia. Dua kantor regional
didirikan di Rabat, Maroko, dan di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kegiatan
sehari-hari, IDB dipimpin oleh seoarng Direktur Eksekutif. Salah satu orang
yang pernah menduduki jabatan tersebut adalah Karnean Perwataatmadja yang
berasal dari Indonesia. Fungsi dari lembaga ini antara lain memberikan bantuan
modal dan kredit hibah untuk proyek-proyek produktif dan memberikan assisten
finansial bagi perusahaan-perusahaan di negara muslim anggota IDB untuk
pengembangan ekonomi dan sosial negara tersebut.
Lembaga
ini juga mengalokasikan dana khusus untuk dana asistensi bagi pengembangan
ekonomi dan sosial bagi komunitas Islam di negara yang bukan anggota IDB.
Saat ini
anggota IDB berjumlah 54 negara. Negara-negara anggota menyisihkan sejumlah
dana untuk IDB yang nantinya dana tersebut akan digunakan untuk program-program
pengembangan ekonomi dan sosial di negara muslim tersebut.
Pada anggota juga otomatis akan menjadi anggota Organisasi Konferenasi
Islam (OKI) dan dalam kondisi tertentu akan menjadi anggota Dewan Gubernur IDB.
Hingga
akhir tahun 1412 H (Juni 1992), dana IDB sebesar 2 Miliar Islamic Dinars.
Namun, sejak Muharram 1413 H, atas kesepakatan Dewan Gubernur IDB, dana atau
modal IDB itu diperbesar menjadi 6 Miliar Islamic Dinars, yang terdiri dari 600
ribu saham dengan nilai pari per lembar saham 10 ribu Islamic Dinars. Nilai Islamic
Dinars sama dengan SDR (Special Drawing Right) yang digunakan IMF.
2.
Islamic Financial Services Board (IFSB)
Di
sela-sela sidang tahunan IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April 2002,
telah disepakati akan dibentuk satu institusi keuangan islam internasional.
Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, pada tanggal 4 November 2002,
delapan Gubernur Bank Sentral dari delapan negara Islam, ditambah dengan
Presiden IDB, telah menandatangani pendirian Islamic Financial Services Board
(IFSB) di Kuala Lumpur, Malaysia. Lembaga itu langsung dipimpin oleh seorang
bankir senior yang berasal dari Sudan, Prof. Rifaat Ahmed Abdel Kari, Ph.D.
Lembaga
multilateral yang akan memayungi lembaga keuangan syariah di dunia itu,
didirikan oleh Bank Sentral dan otoritas moneter dari Indonesia, Bahrain, Iran,
Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, dan Islamic Development Bank
(IDB).
Kelahiran
IFSB bukan gagasan liar yang muncul secara spontan dalam sidang tahunan IMF
tersebut. Tapi, gagasan ini sudah dirintis sejak lama dan embrionya tumbuh pada
Consultative Meeting for Islamic Financial Products, di Praha, Ceko, 23
September 2000. Dari situlah komitmen negara-negara pendiri semakin kuat hingga
dibentuk Technical Committee untuk mewujudkan lembaga tersebut. Setelah melalui
sejumlah pertemuan penting, akhirnya terwujud juga pada tahun 2002.
Bagi
dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah dunia, kehadiran IFSB ini memiliki
arti sangat penting. Karena kini terdapat sekitar 200 lembaga perbankan Islam
yang sedang tumbuh di 48 negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia
Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset sekitar $ 170 miliar.
IFSB akan
menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan, pengaturan, dan penerapan
syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah di seluruh Indonesia. IFSB juga
akan menjadi penguhubung sekaligus menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan
standar di bidang moneter dan stabilitas ekonomi. Di antara hal yang akan
dilakukan, yang cukup penting adalah penyusunan standar operasional yang
selaras dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap
persiapan akhir bagi pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang
dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for International Settlements (BIS) di
Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International Settlement
(BIS).
Bagi
Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk menstandarisasi
perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah di negeri ini sehingga standar
operasi dan produknya sama secara internasional. Selain itu, melalui lembaga
tersebut akan dapat dijalin kerja sama antar lembaga keuangan syariah di dunia.
3.
International Isntitute of Islamic Thought (IIIT)
International
Institute of Islamic Thought (IIIT) adalah sebuah lembaga nonprofit, lembaga
pendidikan dan budaya, yang fokus terhadap gagasan-gagasan ke-Islaman secara
umum. Lembaga ini berdiri di Amerika Serikat pada 1981 atau 1401 H. Lembaga
yang memiliki berbagai cabang di dunia ini, berkantor pusat di Herndon,
Virginia.Lembaga ini memiliki visi mengembangkan umat melalui pendidikan,
budaya, dan mengintegrasikan, pengetahuan Islam dengan kemanusiaan dan etika
Islam dengan moral pengetahuan.
Seiring
dengan pengembangan ekonomi syariah, IIIT juga turut berperan mengembangkan
konsep, mensosialisasikan, dan menstandarisasikan ekonomi syariah. Salah satu
program standarisasi ekonomi syariah adalah, The Registered Fellow in Islamic
Finance (RFIF) yang merupakan sertifikasi keahlian keuangan syariah yang
berskala internasional. Untuk menstandarisasi keahlian ini di Indonesia bekerja
sama dengan Karim Business Consulting.
4.
Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI)
Lembaga
ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem akunting dan audit keuangan
lembaga-lembaga ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan di dunia. Lembaga
ini berkantor pusat di London, Inggris, dan diakui oleh negara-negara yang
memiliki lembaga keuangan syariah sebagai benchmark akuntansi dan audit
keuangan syariah.Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan
Bahrain Monetery Agency. AAOIFI memiliki misi untuk menciptakan sistem keuangan
syariah yang transparan, berkesinambungan, dan bersih.
Sejumlah
standar akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi dasar bagi
lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Standar Akuntansi Perbankan
Syariah yang baru-baru ini disahkan Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan
akuntansi perbankan yang merujuk pada standar AAOIFI.
C.
LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA
1.
Bank Umum Syariah, Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Usnit Usaha Bank Konvensional
BUS
adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sementara itu, BPRS adalah benk syariah yang melaksanakan kegiatan
usahanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Berdasarkan UU Perbankan
Syariah No. 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa bank konvensional yang hendak
melaksanakan usaha syariah harus membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) yang khusus
beroperasi dengan menggunakan sistem syariah.
2.
Baitulmal wat Tamwil
Atau
disebut juga dengan “Koperasi Syariah”, merupakan lembaga keuangan syariah yang
berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana kepada anggotanya dan biasanya
beroperasi dalam skala mikro.
3.
Asuransi Syariah
Asuransi
syariah memiliki kaitan erat dengan bank syariah. Berbagai pembiayaan yang
disalurkan oleh bank syariah umumnya diasuransika dengan menggunakan skema
syariah. Praktik asuransi ini dilakukan oleh bank syariah untuk mengantisipasi
kegagalan bayar pembiayaan nasabah karena faktor meninggalnya nasabah maupun
faktor lainnya yang disepakati dalam asuransi.
4.
Pasar Modal Syariahreksa Dana
Syariah
Merupakan
tempat perusahaan menerbitkan surat berharga, baik berupa saham maupun
obligasi, agar memperoleh dana dari investor. Sejauh ini, untuk menyalurkan
kelebihan likuiditasnya dipasar modal, bank syariah diizinkan sebatas pada
pembelian obligasi syariah atau biasa disebut dengan Sukuk.
5.
Reksa Dana Syariah
Merupakan
perusahaan sekuritas yang khusus memfasilitasi investor untuk menginvestasikan
dananya pada surat berharga yang memenuhi kriteria syariah. Kerja sama dengan
reksa dana syariah juga dijalin oleh bank syariah ketika hendak mengeluarkan
saham atau obligasi di pasar modal guna mendapatkan dana dari masyarakat.
6.
Ar-Rahnu
Atau
“Pegadaian Syariah” merupakan lembaga pegadaian yang beroperasi sesuai dengan
prinsip syariah.
7. Lembaga Amil Zakatdan Badan Amil
Zakat
Merupakan
lembaga amil zakat yang diakui keberadaannya oleh pemerintah Indonesia. LAZ
didirikan oleh masyarakat, sedangkan BAZ didirikan oleh pemerintah. Berdasarkan
UU Perbankan Syariah, bank syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga Baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, Infaq dan Shadaqah
(ZIS) ataupun dana sosial lainnya untuk disalurkan kepada pengelola zakat.
D. INSTITUSI PENDUKUNG PENGEMBANGAN
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
1.
Bank Indonesia
Bank
Indonesia merupaka regulator bagi perkembangan seluruh bank umum dan BPR di Indonesia,
termasuk BUS dan BPR syariah. Sebagai regulator, BI telah mengupayakan adanya
payung hukum bagi berkembangnya bank syariah di Indonesia, yaitu dengan
memasukkannya istilah prinsip syariah dalam undang-undang No. 10 tahun 1998
tentang perbankan.
Secara
khusus, BI membuat Cetak Biru Perbankan Syariah yang dijadikan acuan
pengembangan bank syariah dari tahun 2003 hingga 2011. Pada pertengahan tahun
2008, pengaturan Bank Syariah dimuat dalam undang-undang tersendiri, yaitu UU
No. 21 Th 2008 tentang Perbankan Syariah
2. Dewan Syariah Nasional-MUI dan Dewan
Pengawas Syariah
Dewan
Syariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari MUI yang memuat fatwa terkait
produk keuangan syariah. DSN memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
·
Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk
sebagai anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
·
Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan.
·
Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.
·
Mengawasi penerapan fatwanyang telah diterapkan
Adapun
DPS adalah badan terafiliasi yang ditempatkan oleh DSN dalam setiap lembaga
keuangan syariah. DPS dalam menjalankan tugasnya wajib mengikuti fatwa DSN.
Tugas dan wewenang DPS, adalah:
·
Melakukan pengawasan secara periodik terhadap lembaga keuangan
syariah yang berada dibawah pengawasannya.
·
Mengajukan usulan pengembangan lembaga keuangan syariah yang
diawasinya kepada DSN.
·
Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.
·
Komite Akuntansi Syariah-Ikatan Akuntan Indonesia (KAS-IAI)
KAS merupakan
komite yang dibentuk IAI untuk merumuskan standar akuntansi syariah, yang
dibentuk sejak Oktober 2005. KAS sampai akhir tahun 2006 telah menghasilkan
konsep Bangun Prinsip Keuangan Syariah, serta 6 exposure draf PSAK Syariah.
Draf yang telah dihasilkan KAS-IAI selanjutnya disahkan oleh DSAK pada tahun
2007.
Islam
atau kalau di negeri kita lebih dikenal dengan bank syari’ah ialah bank yang
dalam operasinya tidak digunakan perangkat bunga yang dilakukan bank pada
umumnya mengandung unsur riba. Bank Syari’ah menerapkan sistem bagi-hasil baik
terhadap simpanan berupa tabungan dan deposito maupun terhadap pemberian
pembiayaan investasi dan modal kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar