BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Materialitas dan risiko audit berdampak
secara siknifikan terhadap keputusan bukti.auditor mempertimbangkan kedua
konsep tersebut dalam perencanaan,sifat,luas dan saat prosedur audit,serta
dalam pengevaluasian hasil prosedur.auditor harus pula mengenali bahwa terdapat
hubungan terbaik antara materialitas dan risiko audit,dan banyaknya bukti
audit.contohnya,jikalau auditor membuat jumlah kecil dari materialitas untuk
entitas tertentu berdasarkan tingkat risiko audit yang di tentukan, maka akan
semakin banyak bukti audit yang perlu bebas salah saji material ketimbang
materialitas yang jumlahnya dibuat besar.demikian pula seandainya auditor
membuat tingkat risiko audit yang rendah bagi klien tertentu berdasarkan tingkat
material yang ditentukan.lingkup audit akan lebih luas ketimbang jikalau
auditor membuatrisiko audit yang tinggi.hal yang penting di sini adalah bahwa
materialitas maupun resiko audit mempengaruhi lingkup audit.bab 5 akan mengulas
risiko audit dan materialitas.
- Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Materialitas?
2. Apa Itu Konsep Materialitas?
3. Bagaimana Pertimbangan Awal Mengenai Materialitas?
4. Bagaimana Mengalokasikan Pertimbangan Awal Materialitas Kedalam Segmen Audit?
5. Apa Itu Konsep Resiko Audit?
6. Apa Itu Model Risiko Audit?
7. Bagaimana Hubungan Antara
Komponen-Komponen Risiko?
- Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu
Materialitas
2. Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan Konsep
Materialitas
3. Untuk mengetahui apa Bagaimana Pertimbangan Awal Mengenai Materialitas
4. Untuk mengetahui bagaimana Mengalokasikan
Pertimbangan Awal Materialitas Kedalam Segmen Audit
5. Untuk
mengetahui Apa Itu Konsep
Resiko Audit
6. Untuk mengetahui Apa Itu Model
Risiko Audit
7. Bagaimana Hubungan Antara
Komponen-Komponen Risiko
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
- Pengertian Materialitas
Materialitas
merupakan
dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan. Oleh karene itu,
materialitas mempunyai pengaruh yang mencangkup semua aspek audit dalam audit
atas laporan kauangan. resiko audit dan
materialitas audit dalam elak sanaan audit mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan materialitas akuntansi
Definisi
materialitas tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan balik 1. Keadaan yang berkaitan dengan
entitas 2. Kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan laporan keuangan
entitas tertentu munkin tidak material dalam laporan keuangan intitas lain yang
memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Begitu juga, kemungkinan terjadi
perubahan materialitas dalam laporan keuangan entitas tertentu dari periode
akuntansi yang satu ke periode akuntansi yang lain. Oleh karena itu, auditor
dapat menyimpulkan bahwatingkat materialitas akun modal kerja harus lebih
rendah bagi perusahaan dalam situasi bangkrut bila di bandingkan dengan suatu perusahaan yang memiliki current ratio 4:1 dalam mempertimbangkan kebutuhan
informasi pemakai informasi keuangan.[1]
- Konsep Materialitas
Boynton, Johnson & Kell (2001:286) dalam bukunya mendefinisikan
materialitas sebagai berikut:
“Besarnya suatu pengabaian atau
salah saji informasi akuntansi yang, di luar keadaan di sekitarnya,
memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang bergantung pada informasi
tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji
tersebut.”
Definisi lain dari materialitas menurut Arens & Loebbecke (2003:42) dalam
bukunya yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf mendefinisikan materialitas
sebagai berikut :
“Suatu salah saji dalam laporan
keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut
dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan keuangan yang rasional”
Mulyadi (2002) mendefinisikan materialitas sebagai berikut:
“Materialitas adalah
besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang
dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas
atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.”
Berdasarkan definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa materialitas
adalah besaran jumlah nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, dimana salah saji dapat dikatakan material jika pengetahuan atas
salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan para pegguna laporan keuangan.
Sebagai contoh, suatu jumlah yang
material bagi laporan keuangan suatu entitas mungkin tidak material bagi
laporan keuangan entitas lainnya yang memiliki ukuran atau sifat yang berbeda.
Juga apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu mungkin akan
berubah dari satu peride ke periode lainnya.
- Pertimbangan Awal Mengenai Materialitas
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut
dengan materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat
materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam
mengevaluasi temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, dan informasi
tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan pertimbangan
kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dalam
laporan keuangan seperti:
1.
Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan
2.
Total aktiva dalam neraca
3.
Total aktiva lancar dalam neraca
4.
Total ekuitas pemegang saham dalam neraca
Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
salah saji adapun faktornya seperti:
1.
Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum
2.
Kemungkinan terjadinya kecurangan
3. Syarat yang tercantum dalam perjanjian
penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan
beberapa rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu.
4.
Adanya gangguan dalam trend laba
5.
Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada
dua tingkat beriku ini:
1.
Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran atas
laporan keuangan secara keseluruhan.
2. Tingkat saldo
akun, karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan keseluruhan
atas kewajaran laporan keuangan.[2]
- Mengalokasikan Pertimbangan Awal Materialitas Kedalam Segmen Audit
Mengalokasikan pertimbangan awal
materialitas kedalam segmen audit adalah penting karena butuh pendukung yang
perlu diakumulasi adalah persegmen ketimbang secara langsung atas laporan
keuangan.jika auditor memiliki pertimbangan awal materialitas untuk setiap
segmen, hal ini akan membantunya dalam menentukan jumlah bukti yang harus
dikumpulkan.
Kebanyakan
para praktisi lebih senang mengalokasikan materialitas kedalam perkiraan neraca
dari pada perhitungan rugi- laba. Karna sistem ”doble-entry book keeping”, kebanyakan kesalahan dalam perhitungan
rugi- labaakan mempunyai pengaruh yang samaterhadap perkiraan neraca. Jadi,
auditor dapat mengalokasikan materialitas baik kedalam perkiraan neraca maupun
perhitungan rugi-laba.
Ketika
auditor mengalokasikan pertimbangan awal materialitas kedalam saldo perkiraan,
jumlah materialitas yang dialokasikan tersebut menurut SAS 39 (AU 350) disebut
sebagai tolerable to lirable error (kasalahan
yang masih bisa ditolelir).[3]
- Konsep Resiko Audit
Menurut Mulyadi (2002),
mengatakan resiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa
disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material”.
Salah saji material dapat dibagi menjadi dua bagian:
a. Resiko audit keseluruhan yang
berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan.
b. Resiko audit individual yang berkaitan
dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
1.
Definisi Penentuan Resiko
Adalah identifikasi dan analisis
risiko-risiko yang relevan untuk mencapai tujuan entitas yang membentuk suatu
dasar untuk menentukan cara pengelolaan resiko. Karena kondisi ekonomi, industri,
peraturan dan operasi akan terus berubah, maka dibutuhkan mekanisme untuk
mengidentifikasi dan menangani resiko-resiko khusus yang berhubungan dengan
perubahan.
2.
Jenis-Jenis Risiko
a. Risiko Deteksi yang Direncanakan (Planned
Detection Risk)
merupakan
risiko dimana bukti audit untuk suatu bagian tidak mampu mendeteksi salah saji
yang melebihi salah saji yang dapat diterima. Risiko ini hanya dapat berubah
jika auditor mengubah salah satu risiko dalam model risiko audit tersebut. Ada 4 faktor yang berpotensi menghasilkan DR
yang tinggi, yaitu:
Ø Salah Mengaplikasikan Prosedur Audit – Contoh kesalahan fatal, misalnya: anda menggunakan rasio untuk mengukur
tingkat akurasi angka saldo, dan ternyata anda menggunakan rasio yang salah.
Ø Salah Menginterpretasikan Hasil Audit – Contoh (lanjutan yang tadi): mungkin sudah menggunakan rasio yang benar,
namun anda salah dalam menginterpretasikan hasil perhitungan (misal: anda
menyatakan inventory sudah disajikan dengan semestinya padahal sebenarnya mengandung
salahsaji bersifat material).
Ø Salah Memilih Metod Uji – Setiap saldo
akun yang disajikan pada Laporan Keuangan seharusnya diuji dengan menggunakan
metode yang paling sesuai dengan nature nya masing-masing. Anda ingin
memastikan apakah suatu penjualan memang seharusnya diakui (atau tidak diakui),
maka anda mengujinya dengan melihat tanggal transaksi yang kemudian
disandingkan dengan periodisasi pelaporan (bukan dengan menguji hitungan
matematisnya)
Ø Pengujian CR Yang Kurang Intensive – DR juga meningkat bila pengujian terhadap DR kurang intensif (beberapa
wilayah pengendalian lemah namun lolos dari pengujian karena anda tidak tahu
wilayah tersebut ternyata lemah), sehingga ada salahsaji atau fraud yang tidak
terdeteksi selama proses pengujian anda jalankan.
b. Risiko Bawaan (inherent risk)
Risiko bawaan mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya
salah saji material (baik kecurangan maupun kesalahan) dalam sebuah bagian
pengauditan sebelum mempertimbangkan efektifitas pengendalian internal klien. Beberapa ciri IR yg
tinggi, antara lain:
Ø Terjadi
profitabilitas (dan indikator kinerja kunci lainnya) yang terus menurun;
Ø Terjadi
kekurangan modal
kerja; dan
Ø Tingginya
asset menganggur (tidak menghasilkan)
Contoh Pemeriksaan IR: Saat memeriksa
“Pendapatan,” sebagai seorang auditor anda melihat 4 faktor penting berikut ini
dalam mengukur Risiko Inherent (Inherent Risk):
Ø Usaha Sejenis
– Pertimbangkan persaingan di lingkungan usaha sejenis yang mungkin
mempengaruhi pendapatan dan aliran kas auditee. Misalnya: faktor persaingan
(mungkinkah auditee kalah dalam persaingan sehingga revenue nya menurun?)
Ø Kompleksitas Pengakuan Pendapatan
– Periksa metode pengakuan pendapatannya, apakah mengandung kompleksitas yang
berpotensi menjadi risiko? Contoh pengakuan pendapatan dengan perhitungan
kompleks dan berpotensi mengandung risiko bawaan adalah “metode persentase
penyelesaian” yang biasa digunakan oleh jenis usaha real estate atau developer
ATAU metode pengakuan pendapatan atas kontrak lainnya yang lamanya melewati
satu tahun buku.
Ø Kesulitan dalam Menakar Akurasi
Perhitungan Revenue – Periksa besarnya nilai revenue
dipengaruhi oleh perhitungan yang akurasinya sulit diukur? Misal: menggunakan
“Cadangan Bad Debt” dan yang angka persentasenya menggunakan estimasi (termasuk
write off nya).
Ø Salah Saji Pada Audit Sebelumnya
– Anda juga dapat menggunakan laporan hasil audit priode sebelumnya sebagai
tambahan bahan pertimbangan; akun-akun yang kerap mengandung salah saji pada
periode-periode sebelumnya besar kemungkinannya mengandung risiko inherent.
Catatan
Penting: 2 (dua) faktor berikut ikut menentukan tingginya tingkat IR
Ø Penugasan
audit pertama kalinya untuk klien yang sama oleh auditor dihitung sebagai
faktor IR yang penting. Misalnya PT JAK baru IPO tanggal 1 Juni 2015, maka
audit yang diselenggarakan pertama kali (untuk Laporan Keuang Per 31 Desember
2015) diasumsikan mengandung IR yang tinggi, sebab auditor tidak memiliki
informasi valid mengenai kondisi keuangan PT JAK yang bisa dipercaya.
Ø Perusahaan
yang memiliki anak/cabang dalam jumlah banyak dan melibatkan banyak mata uang
asing, diasumsikan mengandung IR yang tinggi. Sebab model perusahaan seperti
ini cenderung menghasilkan laporan keuangan yang kompleks dan besar kemungkinan
terjadi banyak kesalahan dalam proses konsolidasi laporan yang disebabkan oleh
kompleksitas data transaksi yang terlibat di dalamnya.
Risiko Pengendalian – Atau ‘Control
Risk’ (CR) adalah risiko yang bisa timbul akibat kelemahan sistim
pengendalian intern (SPI) auditee, entah karena desainnya yang lemah atau
pelaksanaanya yang tidak sesuai desain—thus tidak mampu mencegah potensi
salahsaji bersifat material dan/atau penggelapan (fraud). CR tidak bisa
dikendalikan oleh auditor akan tetapi bisa dikendalikan oleh auditee jika
mereka mau. Karakter perusahaan ber CR tinggi, antara lain:
Ø Struktur Organisasi (SO), tidak jelas dengan pembagian tugas yang juga
tidak jelas. Jika ini terjadi maka bisa dipastikan CR nya tinggi;
Ø Lemahnya pengawasan manajemen (para manager) terhadap operasional
perusahaan (ciri ini bisa dilihat dari beberapa hal, misal: tidak ada level
otorisasi transaksi yang jelas, semua orang bisa mengakses semua
data/informasi, tidak ada aktivitas supervisi, tidak pernah ada audit fisik,
tidak ada performance review, tidak ada budgeted financial statement). Kalau
ini yang terjadi maka angka persentase CR sudah pasti tinggi.
Ø Tidak memiliki auditor internal dan komite audit. Jika ini yang tejadi maka
bisa dipastikan angka CR juga tinggi.
Ø Sistim Pengendalian Internal lemah atau tidak efektif (semua aspek SPI
perlu diperiksa terlebih dahulu untuk menentukan faktor ini, perhatikan contoh
dibawah.
Contoh Pemeriksaan SPI: Yang paling
klasik, anda memeriksa faktor “Pemisahan Tugas” pada departemen-departemen yang
berpotensi terjadi “Asset Fraud.” Dua jenis asset dimana kerap terjadi fraud
adalah wilayah “Persediaan” dan “Kas.” Katakanlah anda sedang memeriksa
Persediaan. Di sini anda memeriksa apakah ada 2 pekerjaan terkait atau lebih
dirangkap oleh satu orang petugas? Misal:
Ø Pegawai Purchasing merangkap sebagai petugas yang penerima barang atau
pekerjaan gudang persediaan lainnya (ini buruk); atau Pegawai Shipping
merangkap sebagai petugas gudang yang mengurus persediaan barang jadi (ini juga
buruk).
Ø Foreman di bagian produksi (yang biasa request persediaan untuk keperluan
produksi) diijinkan bebas keluar-masuk gudang persediaan bahan baku atau bahan
penolong (ini buruk).
Ø Pegawai admin yang input Receipt of Goods (ROG) memiliki kemampuan akses ke
dalam data-data accounting terkait seperti Accounts Payable (Utang)
Ø Pegawai admin yang input picking sheet di Shipping memiliki kemampuan akses
ke dalam data-data accounting terkait seperti Accounts Receivable (Piutang).
Selain aspek pemisahan tugas anda juga memeriksa akurasi saldo Persediaan
yang disajikan pada “Laporan Posisi Keuangan” (Neraca.) Ada 2 hal yang bisa
anda lakukan di sini, yaitu:
Ø Menelusuri dokumen penerimaan barang ‘masuk-dan-keluar’ gudang untuk
tanggal-tanggal yang mendekati tanggal tutup buku (jika tutup buku dilakukan
tanggal 31 Desember misalnya, maka periksa dokumen barang masuk-dan-keluar
tanggal 30 hingga 31). Dari hasil pemeriksaan ini mungkin anda menemukan barang
persediaan yang harusnya tidak diperhitungkan sebagai penambah saldo (atau
pengurang saldo) akan tetapi diikutkan oleh aduitee, atau sebaliknya.
Ø Melakukan perhitungan fisik secara acak (random physical counts). Hasil
penghitungan ini kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan yang dilakukan
oleh auditee, apakah sama? Jika beda, maka uji dengan physical count terus
dilakukan.
Ø Jika auditee menggunakan peralatan teknologi dalam mengelola persediaan
misalnya “Self-alarming antitheft tags” atau “Electronic Cash Register” (ECR),
maka anda perlu memeriksa apakah peralatan tersebut berfungsi dengan baik atau
rusak atau tidak konsisten?
- Model Risiko Audit
Standar
auditing (standar lapangan pekerjaan yang
pertama) menegaskan bahwa auditor harus
merencanakan perikatan sehingga risiko audit berda pada tingkat yang lumayan
rendah sebelum mengluarkan suatu pendapat atas laporan keuangan. Meskipun
demikian,setandar audit tidak menyediakan
pedoman khusus mengenai berapa tingkat risiko audit yang tepat. Penentuan
risiko audit dan penggunaan model risiko audit melibatkan banyak pertimbangan
profesional editor.
Model risiko audit (audit risk
model) dapat diterapkan pada tingkat laporan keuangan(financial statemen level
) maupun pada tingkat saldo akun (account balance level) atau golongan transaksi
(class of transaction lefel) ketika dipertimbangkan pada tingkat saldo akun
atau golongan transaksi , risiko audit menolong auditor secara langsung dalam
menentukan lingkup prosedur auditing untuk saldo akun atau golongan transaksi
tertentu.
Tatkala diaplikasikan pada tingkat
keuangan, model risiko audit dapat ditetapkan sebagai berikut:
RA = RB x RP x RD
Di
mana
,RA
= Risiko audit keseluruhan (risiko bahwa auditor kemungkinan gagal mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang di sajikan secara keliru).
RB=
Risiko Bawaan (kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, dengan
menganggap tidak ada pengendalian internal yang terkait)
RP
= Risiko Pengendalian (resiko bahwa salah saji material yang dapat terjadi
tidak akan dapat dicegah atau dideteksi oleh pengendaklian internal)
RD
= RisikoDeteksi (risiko bahwa auditor tidak mendeteksi salah saji material yang
ada dalam laporan keuangan)[4]
v Model Risiko Audit ini bisa diterapkan dengan 3
langkah berikut ini:
Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran angka
persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh lebih dari
10%).
Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan mempertimbangkan
faktor eksternal dan internal seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
Sedangkan CR diukur dengan menilai desain dan implementasi sistim pengendalian
internal yang dimiliki oleh auditee seperti yang sudah saya jelaskan di atas.
Ketiga, menentukan DR dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga menjadi:
DR = AR/(IR x
CR)
Nah, besaran DR
inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang
prosedur audit, substantive test dan rencana audit secara keseluruhan.
Contoh kasus terapan (sederhana):
Kantor Akuntan
Publik “JAK dan Rekan” menerima penugasan untuk mengaudit PT. ABC Tbk, untuk
pertama kalinya sejak IPO. Engagement Manager, pada fase persiapan audit,
menyampaikan informasi berikut terkait PT ABC Tbk:
Ø Ini adalah sesi audit eksternal pertama kalinya untuk PT ABC Tbk
Ø PT. ABC adalah perusahaan kontraktor yang memiliki banyak cabang di
Singapura, Malaysia, India, Dubai, Jepang dan Australia.
Ø Tim internal Audit PT ABC baru dibentuk 2 bulan lalu;
Ø Komite Audit PT ABC terdiri dari Board of Director member yang tidak
satupun memiliki latar belakang bidang akuntansi dan keuangan.
Sementara itu
KAP JAK dan Rekan mematok angka 10% sebagai “accepted audit risk level.”
Dari informasi
tersebut, tim audit KAP “JAK & Rekan” menghitung besaran angka DR yang
harus diantisipasi dengan prosedur dan metode audit yang paling efektif:
Inherent Risk
(IR) diperkirakan mencapai 60%, mengingat: (a)
klien adalah usaha kontraktor yang besar kemungkinannya menerapkan metode
pengakuan pendapatan bertahap melalui beberapa periode akuntansi (kompleksitas
pengakuan transaksi); (b) ini adalah audit eksternal pertamakalinya (minim
informasi obyektif); dan (c) klien memiliki tingkat kompleksitas pelporan yang
tergolong tinggi dengan adanya banyak perusahaan cabang di luar negeri dengan
mata uang asing yang berbeda-beda pula.
Control Risk
(CR) juga diperkirakan mencapai 60%, mengingat: (a)
tim internal auditnya PT ABC Tbk tergolong baru; (b) anggota audit komite nya
terdiri dari orang-orang yang tidak berlatarbelakang akuntansi dan
keuangan—thus besar kemungkinanya tidak melakukan tugas pengawasan yang prudent
terhadap proses pencatatan dan pelaporan transkasi keuangan PT ABC Tbk.
Dari simpulan itu, maka sudah bisa ditentukan berapa belsarnya angka DR
yang harus diantisipasi oleh auditor, dengan menggunakan persamaan di atas:
AR = IR x CR x
DR
10% = 60% x 60%
x DR
0.10 = 0.60 x
0.60 x DR
0.10 = 0.36 x
DR
DR = 0.10/0.36
DR = 0.278
(dibulatkan)
DR = 0.28
(pembulatan ke atas)
DR = 28%
DR = 28% inilah
yang harus diantisipasi dengan prosedur pemeriksaan yang dirancang sedemikian
rupa oleh auditor, sehingga bisa ditekan ke tingkatan yang paling minima.[5]
- Hubungan Antara Komponen-Komponen Risiko.
Untuk suatu tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik
antara tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungan untuk
suatu asersi, dengan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima auditor untuk
asersi tersebut. Artinya, semakin rendah risiko bawaan dan risiko pengendalian
yang diperhitungan, semakin tinggi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.
Risiko bawaan dan risiko pengendalian berhubungan erat dengan keadaan klien,
sedangkan risiko deteksi dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor.
Resiko audit dan
komponen-komponennya pada audit laporan keuangan, Pada tingkat laporan keuangan Resiko audit
adalah bahwa auditor mungkin secara tidak sengaja gagal memodifikasi dengan
layak pendapatnya atas laporan keuangan yang salah saji secara material.
Pada tingkatan ini ada beberapa tingkatan yang harus diperhatikan:
- Karekteristik manajemen
Ø Kebijakan manajemen didominasi hannya oleh satu orang.
Ø Manajemen memiliki prilaku yang sangat agresif terhadap pelaporan keuangan.
Ø Manajemen sangat berlebihan dalam menekan pencapaian proyeksi laba.
- Karakteristik operasi dan industry
Ø Profitabilitas dibandingkan dengan industrinya ternyata tidak memadai atau
tidak konsisten.
Ø Organisasi entitas bersifat desentralistis tanpa pengawasan aktivitas yang
memadai
- Karakteristik penugasan
Ø Terdapat transaksi- transaksi atau saldo-saldo yang signifikan yang sulit
diaudit.
Ø Terdapat transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dalam
jumlah yang signifikan atau tidak biasa.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa: Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karene itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencangkup semua aspek audit dalam audit atas laporan kauangan. resiko audit dan materialitas audit dalam elak sanaan audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas akuntansi
Resiko Audit Menurut Mulyadi
(2002), mengatakan resiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal auditor,
tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material”.
Salah saji material dapat dibagi menjadi dua bagian:
a.
Resiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai
keseluruhan.
b.
Resiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, Auditing, (Jakarta:
Selemba Empat, 2011), Hal, 157
Heri, S.E, M.Si. Auditing
1: Dasara-Dasar Pemeriksaan Akuntansi, (Jakarta: Kencana, 2011), Hal.23
Alfonsus Sirait S.E, Auditing,
(Jakarta:PT. Gelora Aksara Pratama 1994), Hal, 256
Herry Simamora, Auditing
1, (Yogyakarta: Jl. Langensari 45 Balapan, 2002), Hal. 100
http://sebioke.blogspot.co.idRisiko
Audit (Audit Risk) dan Contoh Terapannya _ Jurnal Akuntansi Keuangan.html 10:02 Di Unduh Pada 09-13-2015
[2] Heri, S.E, M.Si. Auditing 1: Dasara-Dasar Pemeriksaan
Akuntansi, (Jakarta: Kencana, 2011), Hal.23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar